SINABUNG telah meletus 254 kali. Itulah berita hari Jumat (10/1). Adapun peningkatan status dari Aktif Normal ke Waspada dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sejak 15 September 2013. Sejak itu, erupsi terjadi berupa asap dan abu hingga November.
Hingga kini, belum tampak tanda-tanda penurunan aktivitas gunung api tipe B itu di wilayah Kabupaten Karo, Sumatera Utara. ”Masih terus menunjukkan tanda-tanda akan terjadi letusan karena gunung masih terus mengembang,” kata Pejabat Pelaksana Bidang Penyelidikan dan Pengamatan Gunung dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) I Gede Suantika, Selasa (14/1). Beberapa kali luncuran awan panas terbawa angin menuruni lereng, mencapai jarak 5 kilometer, lalu terjadi letusan eksplosif dengan kolom asap hingga setinggi 7.000 meter. Luncuran awan panas turun ke tenggara, selatan, dan timur.
Sinabung masuk klasifikasi tipe B karena tak ada catatan sejarah aktivitas vulkaniknya sejak tahun 1600 atau 413 tahun lalu. Data Dasar Gunung Api Indonesia, gunung api aktif di Indonesia ada 127 buah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Gunung api tipe B, seperti Sinabung, juga biasa disebut dormant (tidur). Sinabung juga bukan prioritas pengamatan kontinu. ”Karena keterbatasan sumber daya manusia, juga peralatan dan sebagainya, tipe A yang prioritas dipantau,” kata Kepala PVMBG Hendrasto.
Sejak terjadi letusan tiga tahun lalu, kata Hendrasto, di Sinabung dipasangi lima alat seismometer yang dipasang 3 kilometer dari puncak. ”Dengan jumlah itu, kami hanya bisa mendeteksi sampai kedalaman 5 kilometer,” ujarnya. Untuk menentukan hiposentrum (pusat gempa di bawah permukaan bumi) butuh seismometer lebih banyak agar akurat.
”Hidup” kembali
Sinabung yang tidur nyenyak, tanpa diduga ”hidup” kembali. Kompas menulis, ”Jumat (27 Agustus 2010) pukul 18.00 WIB, debu dan asap tebal keluar dari Gunung Sinabung. Asap dan debunya mencapai Brastagi, sekitar 20 kilometer dari Gunung Sinabung.” Ketika itu pun Sinabung masih dipandang tak berbahaya. Yang kemudian terjadi, erupsi hingga April 2011.
Seusai itu, aktivitas Sinabung mereda. Namun, dugaan bahwa gunung itu tenang kembali, rupanya keliru. Pertengahan September 2013, diawali aktivitas kegempaan amat tinggi dan terus meningkat hingga akhir November, terjadilah erupsi berupa keluarnya abu vulkanik.
Aktivitas Sinabung sempat mereda 1 Desember lalu. ”Namun, kegempaan terus meningkat,” tutur Suantika. Pertengahan Desember bahkan terjadi sekitar 400 kegempaan dalam satu jam. Pertambahan material kubah lava pun terus terjadi. Puncaknya, sekitar pertengahan Desember, mencapai laju 4,08 meter kubik per detik. Dari 30 Desember 2013 hingga 9 Januari 2014, laju pertambahan volume kubah lava 1,16 meter kubik per detik.
Kubah lava terpantau US Geological Survey terbentuk pada 10 Desember 2013 dengan diameter 60 meter. Kubah itu berkembang pesat dan diameternya menjadi 90 meter pada 18 Desember. ”Pada 19 Desember menjadi 120 meter,” kata Suantika. Volume material kubah lava hingga 9 Januari 2014 sekitar 2,7 juta meter kubik.
Aktivitas Sinabung berlanjut. Dinding antara kubah lava baru dan kawah lama ambrol pada 24 Desember. ”Bisa dilihat dengan mata telanjang dari pos pengamatan di Simpang Empat,” tutur Suantika.
Dari alat electronic distance meters (EDM) yang dipasang, gunung ini terdeteksi mengembang (deformasi) sekitar 5 milimeter dari Januari 2013. Menurut Suantika, ada kemungkinan masih akan terjadi letusan. Deformasi juga diukur menggunakan tiltmeter di dua lokasi, yaitu di Stasiun Sukanalu di lereng timur gunung dan Stasiun Lau Kawar di lereng utara gunung.
Setelah lebih dari empat bulan Sinabung meletus, tak ada yang bisa memprediksi kapan letusan Sinabung atau suplai magma itu berakhir. Letusan Gunung Galunggung baru berhenti setelah dua tahun sejak mulai meletus tahun 1981. Gunung Agung yang meletus tahun 1963 berhenti setelah setahun. Yang jelas, kata Hendrasto, ”Gunung Sinabung adalah gunung tipe B yang pertama kali meletus.”
Oleh: Brigitta Isworo L
Sumber: Kompas, 15 Januari 2014