Deteksi Perilaku Orangutan dengan “Machine Learning”

- Editor

Jumat, 5 Juni 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Untuk mengidentifikasi individu dan perilaku orangutan di Punggualas, Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, WWF Indonesia memanfaatkan teknologi pengenalan wajah. Terobosan menarik untuk kepentingan konservasi.

KOMPAS/SUCIPTO—Aktivitas orangutan di pusat rehabilitasi orangutan Samboja Lestari, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Jumat (30/8/2019).

The World Wide Fund Indonesia memanfaatkan teknologi pengenalan wajah orangutan untuk mengidentifikasi individu di Punggualas, Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Deteksi individu ini bisa membawa dipergunakan untuk mengenali perilaku orangutan beserta kelompoknya yang sangat penting bagi pengelolaan habitat dan perlindungan hutan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Teknologi yang didapatkan dari AWS (Amazon Web Services) tersebut bernama machine learning potensial untuk dimanfaatkan bagi identifikasi individu pada spesies lain seperti badak dan harimau sumatera. The World Wide Fund (WWF) Indonesia mengklaim keakuratan sistem ini masih pada rentang yang panjang yaitu 35-95 persen.

Aria Nagasastra, Direktur Keuangan dan Administrasi WWF Indonesia, Kamis (4/6/2020) dalam konferensi pers awal (embargoed press conference) secara virtual, mengatakan kunci peningkatan keakuratan identifikasi pada jumlah foto yang bisa dikumpulkan. “Tergantung seberapa banyak gambar yang bisa didapatkan. Harus lebih banyak tempatkan kamera trap atau pegiat konservasi untuk menggunakan kamera resolusi tinggi,” kata dia.

Untuk mengumpulkan foto di alam liar tidak lah mudah. Orangutan dikenal pemalu saat mengetahui sinyal kehadiran manusia. Bila perjumpaan didapatkan, foto orangutan yang memadai untuk melengkapi morfologi wajah individu pun tergantung sudut pengambilan yang tidak bisa diatur. Selain itu efek pencahayaan matahari serta posisi perjumpaan sangat menentukan kualitas gambar.

PRESENTASI WWF INDONESIA–Alur identifikasi individu orangutan dengan menggunakan foto yang dikumpulkan dan diproses dalam ‘cloud computing’ yang dilakukan WWF Indonesia bersama Amazon Web Services (AWS). Ini dipresentasikan Aria Nagasastra dari WWF Indonesia, Kamis (4/6/2020) dalam konferensi pers daring.

Pengembangan alat
Thomas Barano, Kepala Unit Ilmu Pengetahuan Konservasi WWF Indonesia mengatakan saat ini baru terdapat data gambar 5 individu orangutan di Punggu Alas. Sementara jumlah individu yang tercatat mencapai 2.000 ekor dari total sekitar 6.000 ekor di TN Sebangau.

WWF Indonesia mengatakan bila teknologi ini berhasil digunakan, pihaknya bisa mengaplikasikan pada kantong-kantong habitat orangutan di tempat lain, termasuk Sumatera. “Kalau pengembangan punggualas bisa tuntas dengan fungsi dan aplikasi harian, maka lokasi sebaran orangutan lain bisa juga gunakan peralatan serupa. Karena model yang digunakan serupa,” kata dia.

Ia mengingatkan lagi-lagi hal tersebut membutuhkan upaya membangun database foto-foto morfologi orangutan. Konsekuensinya, hal tersebut memerlukan waktu yang bekerjasan dengan ancaman kepunahan spesies dilindungi tersebut.

PRESENTASI WWF INDONESIA—Peta sebaran jenis-jenis orangutan di Indonesia. Ini ditampilkan dalam presentasi Aria Nagasastra dari WWF Indonesia, Kamis (4/6/2020) dalam konferensi pers daring.

Vincent Quah, Regional Head – Education, Research, Healthcare, and Nonprofit Organizations, Asia Pacific, Worldwide Public Sector, AWS mengatakan pihaknya menjamin keamanan data. Ia pun mengatakan kontribusi AWS di bidang konservasi sebelumnya telah dijalankan juga untuk spesies tasmanian devil di Australia dan burung kakapo di Selandia Baru.

“Konservasi adalah ruang besar bagi AWS,” kata dia. Selain bidang konservasi, kata dia, penyediaan cloud computing perusahaan tersebut juga dimanfaatkan oleh pemerintah, kampus, sekolah, dan sejumlah organisasi.

Aria mengatakan hasil komunikasi dengan WWF Internasional teknologi identifikasi ini diyakini pertamakalinya di dunia. Bahkan, kata dia, ke depan WWF Malaysia juga tertarik untuk menerapkan teknologi serupa.

Ia mengatakan teknologi identifikasi ini bisa dimanfaatkan untuk pengenalan akan perdagangan tumbuhan satwa liar di media sosial hingga menghitung dan mengidentifikasi sampah plastik di permukaan laut.

BKSDA ACEH—Orangutan sumatera bernama Cut Keke saat dilepasliarkan di cagar alam Jantho, Aceh Besar, Aceh Kamis (13/2/2020).

Oleh ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 5 Juni 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB