Sosialisasi Konservasi Orangutan Ditingkatkan

- Editor

Jumat, 9 Februari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Seekor bekantan bertengger di rerimbunan bakau di Mangrove Center Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (1/9) petang. Menikmati hamparan bakau dan ulah bekantan di sore hari, sembari menyusur Sungai Somber, menjadi aktivitas menarik di Mangrove Center. 

Kompas/Lukas Adi Prasetya (PRA)
01-09-2014

Seekor bekantan bertengger di rerimbunan bakau di Mangrove Center Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (1/9) petang. Menikmati hamparan bakau dan ulah bekantan di sore hari, sembari menyusur Sungai Somber, menjadi aktivitas menarik di Mangrove Center. Kompas/Lukas Adi Prasetya (PRA) 01-09-2014

Pembunuhan orangutan terus terjadi. Karena itu, sosialisasi kepada masyarakat untuk melindungi dan menyelamatkan satwa yang dilindungi ini ditingkatkan.

Konflik antara orangutan dan manusia terus terjadi yang sering kali berujung pada kematian. Terakhir, satu orangutan di Kabupaten Kutai Timur mati dengan 130 peluru senapan angin menembus tubuhnya. Karena itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur meningkatkan sosialisasi terkait perlindungan dan penyelamatan orangutan.

Dalam upaya perlindungan orangutan tersebut, Kepala BKSDA Kaltim Sunandar Trigunajasa, Kamis (8/2), di Samarinda, mengatakan, pihaknya pun menjajaki kemungkinan pelarangan kepemilikan senapan angin oleh masyarakat. Penggunaan senapan angin jamak oleh masyarakat baik untuk berburu maupun mengusir hewan liar yang masuk ke kebun warga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kasus kematian orangutan akibat peluru senapan angin sering terjadi di Kalimantan. Pada pertengahan Januari lalu, satu orangutan ditemukan mati di pinggir Sungai Kalahien, Barito Selatan, Kalimantan Tengah, dengan 17 peluru bersarang di tubuhnya. Pada 2012, di Pangkalan Bun, Kalteng, orangutan diberondong 104 peluru.

Perkebunan warga
Yaya Rayadin, pemerhati orangutan dari Universitas Mulawarman, Kaltim, mengatakan, konflik orangutan dan manusia rawan terjadi di perkebunan garapan warga. Sejak terungkapnya tiga kasus pembantaian orangutan di Kaltim pada 2011 dan pelakunya dijatuhi hukuman, perusahaan sawit, tambang, dan juga perusahaan kayu tidak berani lagi mengusik orangutan.

Orangutan Sumatera bergelantung di pohon di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh Tenggara, Aceh.

”Kesadaran perusahaan tumbuh dan semakin baik. Kondisi tak terkontrol justru di kebun- kebun warga. Perusahaan masih bisa menanggung kerugian uang ketika sawitnya dimakan (orangutan). Kalau warga, ya, berat. Satu orangutan dewasa per hari bisa makan 30 umbut (pohon sawit muda) yang jika dirupiahkan sekitar Rp 3 juta,” katanya.

Konflik manusia dan orangutan terjadi karena beberapa hal, umumnya karena habitat orangutan rusak akibat perambahan atau alih fungsi lahan hutan, atau bahkan perburuan orangutan oleh manusia untuk tujuan perdagangan. Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Pusat Informasi Orangutan (YOSL-OIC) Panut Hadisiswoyo mengatakan, bayi orangutan biasanya menjadi sasaran untuk diperjualbelikan untuk menjadi binatang peliharaan.

”Problem konflik manusia dan orangutan ini harus diselesaikan,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dalam upaya itu, pada 29 Januari lalu, Direktorat Jenderal KSDE KLHK mengeluarkan dua surat edaran tentang perlindungan dan penyelamatan orangutan sumatera (Pongo abeii), orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis), dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Dengan surat edaran ini, masyarakat, termasuk pemerintah daerah dan kalangan perusahaan diajak untuk melindungi dan menyelamatkan orangutan.

Tanpa perlindungan, orangutan terancam punah. Saat ini, jumlah orangutan sumatera diperkirakan sebanyak 14.650 individu, orangutan kalimantan sebanyak 57.350, dan orangutan tapanuli hanya sekitar 500.(PRA/NSA/DD18)

Sumber: Kompas, 9 Februari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Berita Terbaru

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB