Pastikan Genetika Satwa Liar

- Editor

Kamis, 19 Maret 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penetapan Lokasi Pelepasliaran Orangutan Melalui Syarat Ketat
Pelepasliaran orangutan ke habitatnya tak bisa dilakukan sembarangan. Sebelum pelepasliaran, penapisan secara genetika perlu dilakukan untuk menghindari perkawinan antarspesies orangutan dan pencegahan penularan penyakit.
Hal itu disampaikan CEO Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) Jamartin Sihite dalam seminar tentang konservasi orangutan, Rabu (18/3), di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta.

Menurut Jamartin, orangutan yang dilepasliarkan harus sehat. Karena itu, pemeriksaan asam dioksiribo nukleat (DNA) pada orangutan diperlukan untuk mengidentifikasi subspesies individu yang akan dilepasliarkan. Jadi, bisa dicari lokasi lepasliar yang sesuai subspesiesnya.

Di Indonesia, ada dua spesies orangutan, yakni orangutan sumatera (Pongo abelli) yang berstatus kritis atau terancam punah, dan orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus) yang berstatus terancam. Orangutan kalimantan memiliki tiga subspesies, yakni Pongo pygmaeus pygmaeus, Pongo pygmaeus wurmbii, dan Pongo pygmaeus morio.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

fb014c8072334aeeab3ec104d9b1e30aPeneliti dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Wuryanti Setiadi menjelaskan, kekerabatan orangutan kalimantan dianalisis dengan memakai urutan penanda mitokondria DNA (mtDNA). Hasilnya, ada tujuh subpopulasi orangutan berbeda di seluruh wilayah Kalimantan hingga ke Sabah dan Serawak, Malaysia.

Jamartin menambahkan, selain mengidentifikasi spesies, tes DNA berguna untuk mengidentifikasi penyakit yang ada pada orangutan. “Kami menerima orangutan yang akan direhabilitasi dari hasil sitaan yang kami tak tahu kondisi kesehatannya seperti apa,” ujarnya.

Penularan penyakit
Proses rehabilitasi yang butuh waktu bertahun-tahun dan kemiripan DNA manusia dengan orangutan memungkinkan penularan penyakit antara manusia dan orangutan amat besar. Di BOSF, orangutan dilepasliarkan jika secara genetika terbukti, termasuk populasi orangutan kalimantan, bebas dari penyakit tuberkulosis, hepatitis manusia, dan memiliki kemampuan bertahan hidup.

“Kalau hepatitis pada orangutan itu hepatitis yang biasa ada pada orangutan, tak masalah. Yang jadi masalah jika orangutan mengidap hepatitis seperti pada manusia,” kata Jumartin.

Kepala Pusat Primata Universitas Nasional Sri Suci Utami Atmoko memaparkan, manusia dan orangutan bisa saling menularkan penyakit, seperti hepatitis A, B, dan C, tuberkulosis, herpes, malaria, dan thyphus.

Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Dahono Adji menyatakan, saat ini masih ada 1.159 ekor orangutan di pusat-pusat rehabilitasi yang menunggu untuk dilepasliarkan.

Tantangan yang dihadapi saat ini adalah, sebagian besar habitat orangutan ada di luar kawasan konservasi. Hal itu menyebabkan sulit mencari lokasi pelepasliaran yang sesuai.

Menurut Jamartin, BOSF memiliki dua tempat rehabilitasi orangutan, yakni di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, dan Samboja Lestari, Kalimantan Timur. Kini ada 471 orangutan di Nyaru Menteng dan 164 ekor di Samboja Lestari yang menunggu dilepasliarkan. Selain itu, ada 20 orangutan di Nyaru Menteng dan 48 ekor di Samboja Lestari yang belum bisa dilepasliarkan.

“Kami sulit mencari lokasi pelepasliaran. Ada standar ketat untuk menentukan lokasi pelepasliaran,” kata Jamartin. Lokasi pelepasliaran harus bisa mendukung orangutan untuk bisa bertahan hidup. (ADH)
————————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Maret 2015, di halaman 14 dengan judul “Pastikan Genetika Satwa Liar”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB