Pelepasliaran Orangutan; Kerusakan Hutan Jadi Faktor Hulu

- Editor

Rabu, 10 Februari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tujuh orangutan, korban perdagangan ilegal yang dipulangkan dari Thailand dan Kuwait serta penggagalan di Bandara Soekarno-Hatta, bersiap menjalani rehabilitasi di Sumatera dan Kalimantan untuk dilepasliarkan. Langkah itu perlu disertai upaya mengatasi kerusakan hutan yang jadi hulu masalah perdagangan satwa yang dilindungi.

“Perdagangan ialah efek samping kehilangan hutan,” ucap Direktur Konservasi Sumatran Orangutan Conservation Programme (SOCP) Ian Singleton, saat temu media terkait pelepasliaran orangutan itu, Selasa (9/2), di Jakarta. Hutan jadi rumah dan sumber pakan bagi orangutan, sementara luasan hutan berkurang, antara lain, akibat alih fungsi jadi kebun dan pemisahan.

Pembangunan jalan yang membelah hutan, misalnya, bisa membagi satu populasi besar orangutan ke dalam dua populasi kecil. Populasi berjumlah 300 orangutan bisa bertahan lama, tetapi populasi berjumlah 200 ekor ke bawah kemungkinan tak mampu lestari, mengingat peluang kawin sedarah naik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Populasi terancam
Orangutan di Sumatera diperkirakan tersisa 6.600 ekor dan di Kalimantan 54.500 ekor. Jadi, orangutan Sumatera (Pongo abelii) terancam punah dan 1 dari 25 jenis primata paling terancam punah 2014-2016 menurut International Union for Conservation of Nature. Adapun orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) termasuk terancam punah.

Para pedagang satwa cenderung tak masuk hutan karena orangutan mudah ditemukan di pinggir jalan akibat pembukaan hutan. Jadi, perlindungan hutan yang jadi habitat orangutan mesti jadi prioritas disertai penegakan hukum, termasuk pemulangan orangutan dari negara lain yang diperdagangkan secara ilegal.

Menurut Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tachrir Fathoni, sejak 2015 ada 17 orangutan yang diselamatkan dari perdagangan ilegal, 14 di antaranya dipulangkan dari Thailand. “Tujuh orangutan layak dilepasliarkan, 10 lainnya masih diobservasi,” ujarnya.

Tujuh orangutan akan menjalani habituasi, pelatihan adaptasi habitat asli. Satu orangutan akan diserahkan ke SOCP di dekat Medan, Sumatera Utara, dan 6 orangutan direhabilitasi di Pusat Reintroduksi Orangutan Borneo Orangutan Survival Foundation di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah. (JOG)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Februari 2016, di halaman 14 dengan judul “Kerusakan Hutan Jadi Faktor Hulu”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB