Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo menyatakan, peniadaan kantong plastik belanja di toko-toko ritel tak akan jadi masalah. Itu karena kantong plastik selama ini diberikan sebagai layanan kepada konsumen, bukan dagangan utama.
Syaratnya, pemerintah menegaskan melalui dokumen peraturan dan berlaku nasional. “Jika dihilangkan, kami oke saja,” tutur Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey, Jumat (10/6), di Jakarta, saat Dialog Kantong Plastik: Gratis vs Bayar.
Selain Roy, ada Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan R Sudirman, Corporate Secretary Gramedia Yosef Adityo, pendiri Seasoldier Dinni S, dan Putri Indonesia 2005 Nadine Chandrawinata. Acara dimoderatori Nadia Mulya, juara kedua Putri Indonesia 2004 sekaligus relawan Diet Kantong Plastik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Roy mengatakan, ketetapan peniadaan total kantong plastik belanja di toko ritel secara nasional lebih baik daripada memberikan kewenangan pemda menentukan kebijakan sendiri. Saat ini, berdasarkan surat edaran KLHK terkait uji coba nasional tas plastik berbayar di toko ritel, pemda berwenang menetapkan harga kantong plastik lebih tinggi dari Rp 200. Bahkan, melarang.
Yosef menuturkan, meski sistem bisa diatur, energi industri ritel bakal terkuras hanya untuk membedakan sistem di toko jaringannya karena perbedaan kebijakan daerah. Saat uji coba pertama, Gramedia memilih tidak menggratiskan kantong plastik di semua toko di 46 kota agar tidak kesusahan mengatur sistem meski uji coba hanya di 23 kota. Harga kantong plastik Rp 200.
Peraturan dibutuhkan
Bisnis Gramedia juga tak akan terpengaruh jika kantong plastik ditiadakan. Namun, Yosef meminta pemerintah pusat memberikan landasan hukum agar konsumen mengerti, mengingat ada konsumen yang tidak terima saat uji coba sebelumnya. “Seorang konsumen pernah melempar buku di kasir dan memilih tidak membeli,” ujarnya.
Survei Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Maret 2016 di 25 gerai dari 15 industri ritel di DKI Jakarta, saran utama konsumen (35,3 persen) ialah meniadakan kantong plastik. Sayangnya, 34 persen konsumen belum tahu tujuan kebijakan itu dan 33,7 persen merasa pengelolaan dana hasil penjualan kantong tidak jelas.
Sudirman mengatakan, melalui uji coba nasional, KLHK terus menampung masukan guna menyempurnakan peraturan menteri LHK tentang pembatasan penggunaan kantong plastik. Ia menjamin seluruh pihak, termasuk industri dan masyarakat, diajak diskusi publik sebelum penerbitan permen LHK itu.
Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan KLHK Ujang Solihin Sidik mengakui, sosialisasi KLHK masih lemah sehingga masih ada salah paham. (JOG)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Juni 2016, di halaman 13 dengan judul “Aprindo: Peniadaan Bukan Soal”.