Akurasi Prediksi Iklim Dirintis Bersama

- Editor

Senin, 25 Mei 2015 - 15:32 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Informasi dari Satelit Belum Memadai, “Buoy” di Laut Dijamin Aman
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengawali program jangka panjang perbaikan prediksi cuaca dan iklim untuk wilayah Indonesia. Langkah itu melalui kerja sama pelayaran untuk pemasangan empat buoy iklim di Samudra Hindia, yang data-datanya akan melengkapi informasi prakiraan dari satelit.

BMKG menamakan pelayaran itu Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis (Indonesia Prima), kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional Amerika Serikat (NOAA). “Ini langkah sangat awal, tetapi juga sangat fundamental dan penting,” kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya, Jumat (22/5), dalam paparan “Understanding the Present, Predicting the Future: US-Indonesia Maritime Climate Observation Collaboration”, di Jakarta.

Indonesia belum pernah menganalisis data langsung dari Bumi, terutama interaksi laut, untuk membuat prakiraan cuaca dan iklim. Selama ini, analisis bergantung pada pemodelan dari informasi satelit, yang terlalu global dan kurang akurat bagi Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pemodelan prediksi antara lain dibuat Eropa, AS, dan Australia yang mayoritas terdiri atas wilayah daratan dan menggambarkan fenomena di wilayah lintang tinggi. Prakiraan cuaca dan iklim pun kurang memadai bagi wilayah yang sangat dipengaruhi dinamika lautan, seperti Indonesia. “Luas wilayah kita setara 22 negara Eropa. Bedanya, semua negara Eropa berupa daratan, sedangkan 60 persen area Indonesia lautan,” ujar Andi.

Salah satu contoh kurang akuratnya prakiraan di Indonesia terlihat dari ketinggian gelombang laut. Penghitungan tim yang ikut berlayar dalam Indonesia Prima menunjukkan, rata-rata ada selisih 0,5 meter antara prakiraan tim berdasarkan kondisi nyata dan prakiraan dari satelit. Padahal, perbedaan tinggi gelombang hingga 0,5 meter sangat memengaruhi nelayan dengan kapal kecil.

Namun, Andi mengingatkan, perbaikan akurasi prakiraan cuaca dan iklim Indonesia masih langkah yang sangat jauh. Sebab, buoy iklim yang sudah terpasang baru mencakup wilayah lautan barat Indonesia, sedangkan buoy juga dibutuhkan untuk menjangkau wilayah laut hingga timur.

“Buoy” Rama
Pelayaran Indonesia Prima menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya I BPPT, 16 April-15 Mei 215. Rute pelayaran Jakarta-Samudra Hindia-Padang-Samudra Hindia-Padang dengan total panjang lintasan 3527 mil laut (6.532 kilometer). Tim 31 orang dari BMKG, BPPT, NOAA, dan Dinas Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut, serta 20 kru kapal.

Untuk semua itu, BMKG menyediakan Rp 5 miliar, BPPT menyediakan kapal riset, dan NOAA menyediakan semua alat, termasuk buoy iklim. BMKG berencana menyelenggarakan Indonesia Prima setiap tahun.

Buoy iklim itu bernama Rama (Research Moored Array for African-Asian-Australian Monsoon Analysis and Prediction). NOAA memfokuskan rancangan Rama untuk mengamati interaksi di Samudra Hindia antara lain monsun, Indian Ocean Dipole (nama lain El Nino atau La Nina di Samudra Hindia), dan variabilitas antarmusim.

Kepala Tim Indonesia Prima Leg 2 Endro Soeyatno mengatakan, sejumlah alat terpasang pada Rama. Alat itu antara lain untuk pengamatan meteorologi maritim di permukaan, seperti mengukur angin, kelembaban udara, dan radiasi matahari. Di dalam laut ada sensor suhu dan salinitas laut dengan jeda pemasangan setiap 10 meter, yang mencapai kedalaman hampir 700 meter di bawah permukaan laut.

Menurut Endro, NOAA sudah menyesuaikan rancangan buoy Rama dengan kondisi Samudra Hindia sehingga relatif aman, misalnya dari terjangan gelombang dan arus laut. Ancaman terbesar berasal dari manusia, contohnya jika ada nelayan menambatkan perahu pada buoy Rama sehingga merusak alat.

Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O Blake menyatakan, kerja sama NOAA tersebut sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo memprioritaskan kemaritiman. (JOG)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Mei 2015, di halaman 14 dengan judul “Akurasi Prediksi Iklim Dirintis Bersama”.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB