Lindungi Bentang Karst di Rembang

- Editor

Jumat, 23 Mei 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menilai kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tentang perlindungan bentang karst masih setengah hati. Pasalnya, lembaga negara tersebut tidak melindungi bentang kawasan karst di Pegunungan Kendeng Utara.

Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang Miming Lukiarti, Kamis (22/5), mengatakan, bentang karst di Rembang mempunyai karakteristik yang sama dengan bentang karst di Blora, Grobogan, dan Pati. Bentang karst di Rembang itu berada di Desa Tegaldowo, Timbrangan, Bitingan, Suntri, Wuni, Kajar, Tahunan, Gading, dan Pasucen.

Berdasarkan penelitian JMPPK dan Semarang Caver Association 2013, ada 49 goa di kawasan tersebut dan empat di antaranya terdapat sungai bawah tanah. Di kawasan tersebut juga terdapat 109 mata air alami.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Di kawasan itu juga terdapat kawasan imbuhan air yang disebut sebagai Cekungan Watuputih dan Lasem,” kata Mingming.

Mingming mengatakan, pada 1998, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jateng meneliti air bawah tanah di Gunung Watuputih. Dari penelitian itu, instansi pemerintahan tersebut menetapkan Watuputih sebagai bentang alam karst.

”Kami berharap Kementerian ESDM juga membuat kebijakan agar bentang karst di Pegunungan Kendeng Utara, Rembang, ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi,” kata dia.

Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menetapkan kawasan bentang karst di Blora, Pati, dan Grobogan seluas total 200,79 kilometer persegi. Kawasan itu memiliki bukit karst, goa air, sungai bawah air, dan mata air.

Saat ini, ada dua investor yang tertarik membangun pabrik semen di Rembang. Satu pabrik tengah membuat analisis mengenai dampak lingkungan, sedangkan satu pabrik lainnya telah memulai membuka lahan.

Warga Desa Tegaldowo, Ali Nugroho, berharap pemerintah mencabut izin pembangunan pabrik semen tersebut. Sebab, warga selalu khawatir pembangunan pabrik semen di kawasan karst tersebut akan merusak lingkungan, terutama mata air.

”Bagi kami, mata air itu sangat berarti karena menjadi sumber air minum dan pengairan areal persawahan. Kami tetap akan memperjuangkan kelestarian lingkungan di Pegunungan Kendeng Utara,” kata dia. (HEN)

Sumber: Kompas, 23 Mei 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB

Artikel

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Jul 2025 - 12:48 WIB

fiksi

Cerpen: Bahasa Cahaya

Rabu, 9 Jul 2025 - 11:11 WIB