Burung Hantu ”Rajah Borneo” Ditemukan Kembali Setelah Menghilang 125 Tahun

- Editor

Rabu, 4 September 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penemuan kembali burung hantu Rajah Kalimantan menjadi kabar gembira. Burung ini terakhir diketahui tahun 1892.

—–Foto pertama burung hantu Rajah Borneo di alam liar sekitar Gunung Kinabalu, Sabah. Sumber: Andy Boyce, Smithsonian Migratory Bird Center (2021)

Subspesies burung hantu Rajah Borneo (Otus brookii brookii) untuk pertama kali berhasil didokumentasikan kembali di alam liar sejak terakhir diketahui tahun 1892. Burung ini ditemukan kembali di pegunungan Gunung Kinabalu, Sabah, Malaysia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Temuan ini dipublikasikan di The Wilson Journal of Ornithology yang dirilis pada Senin (3/5/2021). Ahli ekologi dari Smithsonian Migratory Bird Center, Andy Boyce, yang melaporkan penemuan kembali burung itu, berhasil memotret subspesies yang selama ini dianggap sudah menghilang dari Borneo atau Pulau Kalimantan ini.

”Keterkejutan dan kegembiraan yang luar biasa karena kami menemukan burung mitos ini. Berdasarkan ukuran, warna mata dan habitat, saya tahu itu burung hantu Rajah Kalimantan,” kata Boyce.

Menurut dia, dengan mempertimbangkan ciri khas bulu burung ini, pola spesiasi yang diketahui dalam genus Otus dan pola filogeografi burung pegunungan di Kalimantan dan Sumatera, Otus brookii brookii ini kemungkinan merupakan spesies unik sendiri dan karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut. Burung hantu ini rata-rata memiliki berat sekitar 100 gram.

Selama ini diketahui ada dua subspesies burung hantu Rajah di Asia Tenggara, yaitu Otus brookii brookii di Pulau Kalimantan dan Otus brookii solokensis di Sumatera. Burung hantu dalam genus Otus sering menunjukkan perbedaan yang cepat setelah isolasi di suatu wilayah. Faktanya, Kepulauan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, terdiri dari pulau-pulau yang memfasilitasi perbedaan spesies, dan Kalimantan serta Sumatera sangat rentan terhadap peristiwa spesiasi.

Menurut Boyce, penemuan Rajah Borneo secara kebetulan terjadi pada Mei 2016 sebagai bagian dari studi 10 tahun evolusi sejarah hidup burung di Gunung Kinabalu di tujuh plot studi pada ketinggian 1.500-1.900 meter. Proyek ini dipimpin oleh TE Martin, ahli biologi penelitian satwa liar di Montana Cooperative Wildlife Research Unit di University of Montana.

Saat mencari sarang pada Mei 2016, teknisi Keegan Tranquillo memberi tahu Boyce, yang saat itu mahasiswa doktoral di University of Montana, setelah melihat burung hantu yang lebih besar dan dengan bulu berbeda dari burung hantu yang biasa ditemui (O. spilocephalus luciae) di wilayah pegunungan itu.

Boyce mengatakan, ”Jika burung langka ini hanya endemik di Kalimantan dan merupakan spesies tersendiri, tindakan konservasi harus dilakukan. Satu-satunya pengamatan kami selama studi intensif ini memastikan burung hantu ini hidup di hutan pegunungan, kemungkinan di atas atau di bawah area survei.”

Wilayah ketinggian tersebut kini terancam oleh hilangnya habitat akibat perubahan iklim, penggundulan hutan, dan pengembangan kelapa sawit. ”Untuk melindungi burung ini, kami membutuhkan pemahaman yang kuat tentang habitat dan ekologinya,” katanya.

Kurangnya informasi tentang spesies dan subspesies serta kelangkaan taksa burung di Kalimantan, burung hantu Rajah ditetapkan sebagai spesies yang paling tidak diperhatikan oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Penemuan kembali burung hantu Rajah Kalimantan ini menjadi kabar gembira sekaligus prihatin di tengah maraknya degradasi hutan di pulau ini. Sebelumnya, satwa endemik berupa burung pelanduk Kalimantan (Malacocincla perspicillata) yang diduga mengalami kepunahan sejak 1848 atau 172 tahun yang lalu kembali ditemukan pada Maret 2021. Burung ini kembali dijumpai di Pulau Kalimantan, tepatnya di Provinsi Kalimantan Selatan.

Oleh AHMAD ARIF

Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Sumber: Kompas, 4 Mei 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB