Pengembangan Ilmu Kesehatan Butuh Teknologi

- Editor

Minggu, 24 Maret 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemanfaatan teknologi dibutuhkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, termasuk dalam bidang kesehatan. Teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah pencemaran lingkungan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Pengukuhan guru besar Universitas Indonesia dari rumpun ilmu kesehatan di Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2019). Dalam kegiatan ini diungkapkan pentingnya penggunaan teknologi dalam pengembangan ilmu pengetahuan termasuk dalam bidang kesehatan.

Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Bahan Alam Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Abdul Mun’im mengatakan, dalam pengembangan obat herbal memerlukan sentuhan teknologi agar kualitasnya meningkat dan keamanan produk terjamin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Untuk memperoleh obat-obatan herbal harus melewati proses yang menjadi perhatian dan menentukan kualitas, salah satunya ekstraksi,” kata Abdul dalam pidato pengukuhan Guru Besar UI dari rumpun ilmu kesehatan di Depok, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2019).

KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Abdul Mun’im

Selain Abdul, UI mengukuhkan Asri C Adisasmita sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dan Budi Haryanto sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Kesehatan Lingkungan FKM. Upacara pengukuhan dipimpin oleh Rektor UI Muhammad Anis.

Abdul mengatakan, tantangan dalam proses ekstraksi yakni pemilihan pelarut yang dapat mengekstraksi senyawa aktif secara maksimal, aman, ekonomis, tidak mudah terbakar, dan dapat didaur ulang. Ia menyebutkan, pelarut pengekstraksi bernama Nades (Natural deep eutectic solvent) sebagai alternatif pelarut yang lebih aman.

Nades merupakan campuran yang memiliki titik leleh jauh di bawah titik leleh setiap senyawa, biasanya di bawah 100 derajat Celsius. Pelarut ini memiliki berbagai keunggulan sebagai pengekstraksi, antara lain bahan yang digunakan sederhana dan murah, ada banyak pilihan kombinasi, mudah disesuaikan dengan karakter senyawa, serta memiliki toksisitas rendah.

Penggunaan Nades dapat mengurangi tahapan proses produksi seperti dalam pembuatan sediaan atau persenyawaan yang telah siap melalui proses kimia pada kosmetik, obat herbal, dan pangan. Tantangan penggunaan Nades adalah permasalahan stabilitas karena produk ekstrak berupa cairan dan beberapa pelarut menyulitkan dalam pembuatan sediaan padat.

Sementara itu, Asri mendorong epidemiolog atau orang yang mempelajari penyebaran penyakit dan pengendaliannya untuk berinovasi memanfaatkan teknologi pada era industri digital. Inovasi tersebut perlu diimplementasikan menjadi suatu intervensi nyata yang berdampak bagi kesehatan masyarakat.

KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Asri C Adisasmita

Salah satu bentuk pengimplementasian ilmu pengetahuan diwujudkan dalam program MDSR (Maternal Death Surveillance and Response). MDSR saat ini dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan.

MDSR merupakan kegiatan berbasis surveilans yang memberikan informasi yang dibutuhkan sebagai panduan dalam menyusun intervensi untuk mencegah kematian ibu. MDSR akan efektif apabila ada ketersediaan data yang valid, dapat diandalkan, dan mudah diakses.

Asri berharap, ahli epidemiologi dapat menyesuaikan dengan perkembangan industri digital. “Mereka membutuhkan literasi teknologi sehingga dapat memanfaatkan teknologu digital dalam mengolah data dan informasi yang diperoleh,” tuturnya.

Meskipun demikian, pemahaman terhadap tingkah laku manusia tetap dibutuhkan agar dapat berkolaborasi, adaptif, dan menjadi arif di era kebebasan informasi seperti saat ini.

Peduli lingkungan
Budi memaparkan, perubahan iklim berpengaruh pada ekonomi, kemiskinan, kesehatan manusia, dan lingkungan khususnya pada polusi udara. Menurut Budi, sektor transportasi berkontribusi paling banyak yakni hingga 80 persen pada polusi udara. Selanjutnya ada emisi dari industri, kebakaran hutan, dan kegiatan rumah tangga.

KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO–Budi Haryanto

Ia menduga, 50 persen dari angka kesakitan di Indonesia terkait dengan polusi udara. Penyakit yang berasal dari emisi kendaraan dan polusi udara, antara lain saluran pernapasan akut, asma bronkial, bronkitis, iritasi mata dan kulit, gangguan fungsi paru, serta gangguan jantung.

Untuk mencegah dan mengendalikan polusi udara pada sumber pencemarannya, maka dibutuhkan perbaikan kualitas bahan bakar, peningkatan teknologi mesin kendaraan bermotor, prasarana infrastruktur, dan manajemen transportasi.

Ia mencontohkan, penetapan peningkatan kualitas bahan bakar minyak telah berkontribusi pada pengurangan emisi polutan di udara. “Penurunan emisi polutan udara akan bermanfaat terhadap penurunan penyakit terkait pencemaran udara,” kata Budi.

Oleh PRAYOGI DWI SULISTYO

Sumber: Kompas, 23 Maret 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB