Manokwari, Kompas-Papua Barat kini bergerak menjadi provinsi konservasi dengan mencadangkan sekitar 70 persen luas wilayahnya sebagai kawasan lindung. Selain untuk menjaga keanekaragaman hayati yang dimilikinya, paradigma pembangunan tersebut dinilai lebih sesuai bagi masyarakat adat Papua.
“Kami sekarang mengarah pada pembentukan provinsi konservasi, yang akan mengedepankan perlindungan keanekaragaman hayati dalam pembangunan,” kata Charlie D Heatubun, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Papua Barat, dalam peluncuran persiapan pelaksanaan Konferensi Internasional Biodiversitas, Ekowisata, dan Ekonomi Kreatif (International Conference on Biodiversity, Ecotourism, and Creative Economy/ICBE), di Manokwari, Selasa (6/3).
Charlie yang juga Ketua Tim Kerja ICBE dan Guru Besar Fakultas Kehutanan Univesitas Papua, mengatakan, konfrensi ini merupakan pelaksanaan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam agenda pembangunan berkelanjutan itu, perlindungan keanekaragaman hayati menjadi salah satu tujuannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO–Jelajah Koral – Warga menyusuri hutan bakau di kawasan Kampung Sombokoro, Distrik Windesi, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Sabtu (12/8/2017).–Kompas/Ferganata Indra Riatmoko (DRA)
Serangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam konferensi tersebut yaitu seminar ilmiah, pameran, serta festival budaya dan kuliner lokal. Sementara peserta konferensi diharapkan bisa mencapai 750 orang dari dalam dan luar negeri.
“Hasil seminar diharapkan juga bisa memberikan rekomendasi secara akademik terkait kompensasi fiskal jika Papua Barat menjadi provinsi konservasi,” kata Charlie.
Sementara Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, dalam sambutan tertulisnya menyebutkan, keberhasilan acara ICBE ini akan menjadi tolak ukur sejauh mana Papua Barat mengikuti perkembangan dan mengalami kemajuan dalam pembangunan. Selain itu, ICBE menjadi momentum untuk membangun komitmen bersama demi memberikan peran sentral masyarakat lokal dalam pelestarian alam dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Hutan Sira di Sorong Selatan, Warga Kampung Sira di Distrik Saifi, Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, Jumat (10/3/2017) menunjukkan pohon merbau berukuran sedang di dalam hutan desa mereka. Warga Kampung Sira dan tetangganya Kampung Manggroholo mendapatkan hak kelola hutan desa pertama di Papua Barat. Hak kelola ini memberi ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan secara lestari. (Kompas/Ichwan Susanto)
Peninjauan Tata Ruang
Menurut Charlie, yang juga Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Papua ini, upaya untuk menjadi provinsi konservasi dilakukan dengan meninjau kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat. “Di RTRW saat ini luas kawasan konservasi hanya 36 persen. Namun, RTRW ini sudah lima tahun dan saat ini kesempatan untuk meninjau kembali. Gubernur sangat mendukung,” kata dia.
Komitmen Papua Barat untuk menjadi provinsi konservasi, menurut Charlie, dilakukan karena arah pembangunan nasional saat ini yang cenderung eksploitatif justru menyebabkan berbagai persoalan lingkungan maupun kesenjangan ekonomi masyarakat.
“Saat ini masyarakat Papua miskin secara relatif karena tidak punya uang, namun mereka masih punya cadangan sumber daya alam. Ikan dan sagu masih banyak. Tetapi, kalau tidak dilindungi mereka bisa miskin absolut seperti terjadi di banyak daerah lain. Jadi, konservasi ini untuk menjaga warisan bagi generasi masa depan,” kata dia.
Bustar Maitar perwakilan sekretariat ICBE 2018 dari kalangan lembaga swadaya masyarakat mengatakan, komitmen Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk menjadi daerah konservasi harus didukung oleh pemerintah pusat. “Ini menjadi awal bagi perubahan paradigma dan memang harus cepat direalisasikan karena berkejaran dengan ekspansi perusahaan perkebunan,” ujarnya.
Namun demikian, untuk merealisasikan hal ini tidak mudah. “Selain dukungan dari masyarakat sipil, terutama juga harus ada komitmen dari kalangan legislatif,” kata Bustar.–AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 7 Maret 2018