Konservasi di Papua Terhadang Rencana Tata Ruang Pulau

- Editor

Kamis, 28 Juni 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hutan membentang terlihat dari pesawat tujuan Wamena-Jayapura, Papua, Rabu (11/12/2013). Selain sebagai paru-paru Dunia, kelestarian hutan juga menjamin keanekaragaman hayati di hitan tersebut.
Kompas/Wisnu Widiantoro

Provinsi Papua Barat, Kabupaten Tambrauw, dan Provinsi Papua bertekad mempertahankan hutannya dengan mendorong ekonomi alternatif dan menghentikan deforestasi. Namun, deforestasi dimungkinkan karena hutan yang ada persentase tutupannya lebih luas dari batas di rencana tata ruang pulau dalam Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2014.

Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Kabupaten Tambrauw serta Provinsi Papua memaparkan rencana pembangunan hijau dengan menghentikan deforestasi dan mengembangkan ekonomi alternatif, Selasa (26/6/2018), di Oslo, Norwegia, dalam acara “Green, Sustainable and Equitable Development for Intact Forest Provinces”. Acara itu dihadiri sejumlah organisasi masyarakat untuk pendanaan dan utusan dari Robert Kardinal dari Komisi IV DPR.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bupati Tambrauw Gabriel Asem mengatakan, pembangunan kabupatennya akan memperhatikan hak-hak dasar masyarakat. ”Jangan lagi kami jadi warga miskin di tengah kekayaan besar. Pemprov Papua Barat tak akan mengembangkan pertambangan lagi,” ujarnya.

Jangan lagi kami jadi warga miskin di tengah kekayaan besar. Pemprov Papua Barat tak akan mengembangkan pertambangan lagi.

Ekonomi hijau yang ingin dikembangkan, menurut Gabriel, terutama pariwisata pantai dan pegunungan. Selain itu, beberapa investasi yang butuh lahan akan datang dari luar untuk perkebunan jagung dan peternakan sapi. Namun, dalam prosesnya, ”Investor masuk harus kumpulkan warga yang punya hak ulayat. Kalau mereka setuju, baru mereka masuk,” ungkapnya.

Kabupaten Tambrauw masih akan memakai 40 persen wilayah hutan yang meliputi 90 persen areanya. ”Riilnya setelah revisi RTRW didapat 60 persen, 40 persen. Jadi, yang 40 persen untuk jalan, permukiman, pertanian, dan sebagainya. Investasi pertanian dan perkebunan masuk 40 persen yang akan dibuka,” katanya.

Hal senada diungkapkan Papua Barat yang tutupan hutannya 94 persen dari luas wilayah. Menurut Gubernur Papua Barat, hutan Papua Barat menyimpan 1,3 giga metrik ton setara CO2.

Terancam gagal
Menurut Arief Wijaya dari World Resources International (WRI) Indonesia, jika Papua dan Papua Barat memakai peluang melakukan deforestasi dan menyisakan 70 persen wilayahnya sebagai hutan, target pencapaian NDC Indonesia akan gagal.

”Target emisi (setelah penurunan) tahun 2030 Indonesia sekitar 2,8 juta ton. Dari Provinsi Papua saja akan ada emisi 2,2 giga metrik ton setara CO2 jika menurunkan persentase hutannya dari 82 persen (data WRI) jadi 70 persen,” kata Arief.

Untuk itu, pemerintah harus mengembangkan ekonomi pemanfaatan hasil hutan nonkayu di Papua dan memperkuat penegakan hukum. Selain itu, perlu gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam didukung semua pihak serta pemahaman sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Papua bahwa pembangunan di sana harus hati-hati.

Sonny Mumbuna, peneliti dari Universitas Indonesia, menyatakan, pendanaan publik untuk mempertahankan hutan dimungkinkan.–BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Sumber: Kompas, 27 Juni 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB