Peluncuran Buku; Tak Kenal Lelah Mencari Makna Berpikir

- Editor

Jumat, 27 Oktober 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

“Apa itu berpikir? Bagaimana kita bisa mengetahui seseorang berpikir atau tidak?” Demikian pertanyaan Daoed Joesoef, cendekiawan sekaligus menteri pendidikan dan kebudayaan periode 1978-1983, di hadapan hadirin pada acara peluncuran bukunya di Jakarta, Kamis (26/10).

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Daoed Joesoef memberikan buku hasil karyanya, Rekam Jejak Anak Tiga Zaman, kepada istrinya, Sri Soelastri, di Kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Gambir, Jakarta, Kamis (26/10). Kegiatan yang diprakarsai CSIS bersama Penerbit Buku Kompas tersebut menjadi bagian dalam perayaan ulang tahun ke-91 Daoed Joesoef.

Pertanyaan tersebut mungkin terdengar sederhana bagi banyak orang. Akan tetapi, bagi Daoed yang berulang tahun ke-91 pada Agustus, pertanyaan tersebut belum terjawab. Ia masih terus mencari jawabannya. Proses pencarian yang tak lekang oleh waktu dan tak kunjung berakhir itu ia tuangkan pada karya terbarunya yang berjudul Rekam Jejak Anak Tiga Zaman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Buku biografi tersebut memaparkan kisah hidup Daoed, mulai dari kelahirannya di Medan, Sumatera Utara, bersekolah di Yogyakarta, berkuliah di Universitas Indonesia (Jakarta), mendapatkan beasiswa ke Perancis, menjadi pejabat negara, hingga mengisi masa pensiun dengan aktif menulis artikel-artikel yang kritis dan tajam.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Daoed Joesoef memberikan buku hasil karyanya, Rekam Jejak Anak Tiga Zaman, kepada istrinya, Sri Soelastri, di Kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Gambir, Jakarta, Kamis (26/10). Kegiatan yang diprakarsai CSIS bersama Penerbit Buku Kompas tersebut menjadi bagian dalam perayaan ulang tahun ke-91 Daoed Joesoef.

Ia sudah merasakan, menyaksikan, dan mengalami Indonesia dari masa penjajahan Belanda, Jepang, masa kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, hingga masa sekarang.

Sepanjang hidupnya, Daoed selalu berpikir kritis. Dalam bukunya, dikisahkan sikap kritis itu didapat dari ibunya, Djasi’ah Joesoef. Perempuan yang dipanggilnya “Emak” itu yang selalu mendorongnya kreatif dan mengembangkan bakat. “Tetap saya belum menemukan makna dari berpikir. Apakah cukup dengan beropini, mengkritik, dan menulis buku? Kita juga tidak boleh menghakimi orang- orang yang tidak mengekspresikan pendapat mereka sebagai orang yang tak berpikir,” ujarnya.

Prinsip terus mencari dan tak menghakimi itu terus ia pegang, termasuk ketika menjadi salah satu pendiri Centre for Strategic and International Studies. Sebagai sebuah lembaga kajian, Daoed menekankan prinsip berpikir kritis dan terus mencari jawaban atas sejumlah permasalahan yang ada di masyarakat.

Salah satu penanggap buku tersebut, dosen Antropologi Universitas Malikussaleh, Aceh, Teuku Kemal Fasya memuji sikap itu. Ia menggarisbawahi pengalaman Daoed menjadi Mendikbud yang kemudian dilanjutkan dengan menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (1983-1988).

“Pak Daoed jadi bagian dari pemerintah, tetapi ia tetap menjaga jarak dengan penguasa agar sikap kritisnya tak luntur. Ia cermat dalam mengamati hal yang terjadi di sekitarnya dan tak segan bersikap kritis terhadap hal yang ia nilai tak sesuai idealismenya,” kata Kemal.

Menurut dia, ini contoh positif bagi generasi masa kini. Alasannya, karena sikap kritis makin memudar di masyarakat. Masyarakat terlalu mengidolakan tokoh, tetapi tak bisa bersikap kritis ketika tokoh itu mengambil tindakan yang keliru. Adapun sebagian masyarakat lainnya telanjur membenci seseorang karena alasan emosional meski orang yang dibencinya itu melakukan hal positif.

Pelaku aktif sejarah
Redaktur senior Kompas, St Sularto, dalam pidato sambutannya mengatakan, Daoed tak sekadar saksi sejarah. Ia adalah pelaku aktif sejarah bangsa ini mengindonesia. Dari awal, ia memiliki sikap nasionalisme yang kuat. “Pak Daoed tegas memilih ingin berkontribusi kepada bangsa melalui bidang pendidikan. Hal itu membuatnya keluar dari TNI guna menekuni dunia akademis,” katanya.

Daoed percaya membangun bangsa harus dari manusianya. Karena itu, ia memastikan perguruan tinggi berpegang pada marwahnya, yakni mendidik mahasiswa berpikir kritis sehingga jadi manusia yang menghargai nilai kebangsaan. (DNE)

Sumber: Kompas, 27 Oktober 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB