BRIPTU Norman Kamaru menjadi top news dalam dua minggu terakhir
setelah videonya diunggah di Youtube. Nyanyian lipsync anggota Brimob Polda Gorontalo itu mampu mengangkat namanya menjadi selebritas internet dadakan.
Polisi yang semula hanya dikenal di daerahnya itu berubah jadi figur publik. Bahkan para artis pun membicarakan. Keterkenalannya tak lepas dari peran media jejaring sosial.
Beberapa waktu lalu, Sinta-Jojo juga menghebohkan masyarakat Indonesia melalui lipsync ’’Keong Racun’’ yang juga diunggah di Youtube. Seperti Norman, popularitas Sinta-Jojo tak lepas dari peran media jejaring sosial. Keterkenalan Norman dan Sinta-Jojo jadi bukti media jejaring sosial berkekuatan luar biasa dalam membangun citra dan nama besar seseorang atau sebaliknya. Bahkan tak tertutup kemungkinan menghancurkan nama baik seseorang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kekuatan memersuasi itu juga bisa dilihat dari penggalangan aksi demo besar-besaran menuntut Hosni Mubarak di Mesir mundur, beberapa waktu lalu. Aktivis dan kubu oposisi memobilisasi masa dan mengoordinasikan gerakan unjuk rasa melalui akun facebook dan twitter (Adi Ekopriyono, Suara Merdeka, 4/2/11).
Selain kekuatan besar dalam memersuasi masyarakat, media jejaring sosial dapat digunakan sebagai alat publisitas. Melalui publisitas, pencitraan individu atau lembaga dapat dilakukan dengan efektif.
Dalam pandangan Dennis McQuail, kekuatan media jejaring sosial dalam melakukan publisitas, pencitraan, dan memersuasi masyarakat disebabkan oleh kelebihan media baru itu dibandingkan dengan media lama (konvensional).
McQuail menyatakan sebagai media baru, jejaring sosial memiliki beberapa kelebihan. Pertama, interactivity, kemampuan sifat interaktif yang hampir sama dengan kemampuan interaktif komunikasi antarpersonal. Kedua, social presence (sociability), yaitu berperanan besar membangun sense of personal contact dengan partisipan komunikasi lain.
Ketiga, media richness, yaitu menjadi jembatan bila terjadi perbedaan kerangka referensi, mengurangi ambiguitas, memberikan isyarat-isyarat, serta lebih peka dan lebih personal.
Keempat, autonomy, yaitu memberikan kebebasan tinggi bagi pengguna untuk mengendalikan isi dan penggunaannya. Melalui new media itu, peserta komunikasi dapat bersikap independen terhadap sumber komunikasi. Kelima, playfulness, yaitu sebagai hiburan dan kenikmatan. Keenam, privacy, yaitu fasilitas yang bisa membuat peserta komunikasi menggunakan media dan isi sesuai dengan kebutuhan. Ketujuh, personalization. Kelebihan terakhir itu menekankan bahwa isi pesan dalam komunikasi dan penggunaannya bersifat personal dan unik.
Peluang Baru
Beberapa kelebihan itu membuat media jejaring sosial punya kekuatan persuasif sangat tinggi. Pendekatan secara individual yang sesuai dengan kebutuhan pengguna membuat mereka merasa istimewa, sehingga mudah memercayai pesan yang disampaikan partisipan komunikasi lain melalui media yang sama. Terlebih ketika komunikasi bersifat interaktif, dan situasi itu dapat membangkitkan persuatif sangat tinggi.
Kekuatan media jejaring sosial dalam melakukan publisitas, pencitraan, dan memersuasi masyarakat itu bisa ditangkap sebagai peluang baru bagi setiap individu atau lembaga. Dengan menggunakan pendekatan interaktif dan lebih personal itu, proses persuasi ke masyarakat dapat dilakukan lebih efektif dan dengan biaya jauh lebih murah ketimbang menggunakan media tradisional.
Apakah kita masih mempertahankan menggunakan media lama dalam melakukan publisitas dan pencitraan? Masihkah kita bertahan menggunakan brosur, pin, atau gantungan kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat?
Cara itu memang tak salah. Namun rasanya sudah tak efektif lagi digunakan pada era teknologi informasi saat ini. Kini, saatnya beralih menggunakan media baru, media jejaring sosial, untuk melakukan publisitas dan pencitraan. (10)
Rini Darmastuti SSos MSi, Ketua Program Studi Public Relations Fakultas Teknologi Informasi UKSW Salatiga
Sumber: Suara Merdeka, 18 Mei 2011