Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menguji coba teknologi penipisan kabut asap di sejumlah bandara, di antaranya di Jambi dan Sumatera Selatan. Teknologi ground mist generator itu menggunakan larutan kalsium klorida yang disemprotkan ke kabut asap melalui menara setinggi 12-15 meter searah angin.
Pengoperasian empat bulan terakhir itu dalam tahap uji coba untuk penelitian. Tujuannya, memperpanjang jarak pandang. “Hingga kini belum dilakukan evaluasi,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Heru Widodo di Jakarta, Senin (5/10).
Sistem itu terdiri atas rangka menara setinggi 12-15 meter. Di ujung menara dipasang tabung dengan enam lubang berukuran beberapa mikron. Di kaki menara ditempatkan tangki berkapasitas 1.000 liter diisi larutan kalsium klorida (CaCl).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Larutan itu lalu dipompa melalui pipa hingga menyembur dari atas tiang. Penyemprotan akan menyebabkan uap CaCl mengikat partikel pada asap berupa oksida karbon, nitrogen, dan sulfur hingga jatuh ke permukaan.
Menara dipasang di kanan-kiri landas pacu. Saat ini, dipasang enam menara pada landas pacu sepanjang 1.300 meter. Menurut Heru, jumlah itu kurang efektif untuk menipiskan asap yang pekat. Untuk landas pacu sepanjang itu diperlukan minimal 20 tiang.
Arah semprotan larutan itu searah angin. Pada ketinggian 12 meter yang merupakan daerah udara naik. Penyemprotan dilakukan pada pukul 06.00 hingga pukul 18.00 waktu setempat.
Uji coba serupa telah dilakukan tahun lalu di Riau, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan. Saat ini tiang-tiang di tiga daerah tersebut telah dibongkar.
Pembangunan GMG di bandara-bandara di Kalimantan tidak sulit. Untuk setiap tiang diperlukan anggaran sekitar Rp 25 juta.
Beberapa bulan terakhir, asap pekat akibat kebakaran lahan menyebabkan penundaan, bahkan pembatalan sejumlah penerbangan selama berhari-hari, antara lain di Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan. Gangguan sama juga di Kalimantan yang juga dilanda kabut asap akibat kebakaran lahan gambut.
Kondisi ini tidak hanya mengganggu penerbangan hingga mengancam keselamatannya. Namun, juga menghambat penerbangan pesawat untuk operasi hujan buatan dan helikopter pembom air.
Berdasarkan laporan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, citra satelit di Riau, Jambi, dan Sumsel menunjukkan titik panas masih ada.
“Tampak titik-titik api baru di perbatasan Kabupaten Sengingi Riau dan Kabupaten Tebo Jambi, dan perbatasan Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel,” katanya.
Citra satelit NOAA pada awal bulan ini menunjukkan 192 titik panas, 168 titik berada di Sumatera Selatan. Di Kalimantan terhitung 791 titik panas, terbanyak di Kalimantan Tengah (492), Kalimantan Timur (211), dan Kalimantan Selatan (79).(YUN)
——-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Oktober 2015, di halaman 14 dengan judul “Uji Coba Penipisan Asap di Bandara”.