Menggempur Api dan Asap

- Editor

Selasa, 18 Maret 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

KETIADAAN hujan di Riau sejak dua bulan lalu dan terus berlangsungnya praktik pembakaran lahan berakibat bencana. Api terus menjalar, menimbulkan polusi asap yang meluas. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi bencana tersebut.

Kebakaran lahan dan hutan di Riau sering terjadi. Ketiadaan hujan kali ini disebabkan menyusupnya udara kering yang tidak membawa massa air dari China ke lapisan udara berketinggian lebih dari
3 kilometer di atas Sumatera.

Kondisi cuaca ini mengeringkan lahan gambut yang mudah terbakar. Jika lahan gambut terbakar, asap yang ditimbulkan sulit dihalau sehingga mengancam kesehatan penduduk.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Kandungan partikel asap yang terpantau oleh stasiun cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
di Pekanbaru sudah melampaui ambang batas,” kata Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Dodo Gunawan. Di Pekanbaru, partikel berukuran 10 mikron, Minggu (16/3), mencapai 638,4 mikrogram per meter kubik. Padahal, ambang batasnya 150 mikrogram per meter kubik.

Saat ini, kata Deputi Klimatologi BMKG Widada Sulistyo, pola angin mengarah ke tenggara dan selatan, melintasi Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan.

Suhu udara atas yang lebih tinggi menyebabkan asap dan uap air yang seharusnya naik tertahan di dekat permukaan (paling tinggi 1 kilometer). Angin yang berkecepatan kurang dari 5 knot (9,25 kilometer per jam) tidak mampu membawa asap.

Pembakaran yang dilakukan pada malam hari akan menyebabkan asap tertahan di permukaan. Pada malam hari, radiasi Bumi yang seharusnya terpancar ke atmosfer juga tertahan. Kondisi ini akan bertahan hingga siang pada keesokan harinya.

Ketika siang hari pantulan panas dari Bumi tertahan asap, hal itu akan membuat suhu di atas turun. Asap yang sudah terkumpul pada malam hari naik ke tempat lebih tinggi. Penyebaran dimulai pada sore hari ketika angin atas mencapai kecepatan hingga 3.000 knot (5.550 kilometer per jam) membawa asap ke wilayah lain.
Langkah strategis

Untuk menanggulangi bencana ini, kata Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dilakukan berbagai langkah strategis, mulai dari pemantauan hingga pemadaman.

Pemantauan titik api menggunakan satelit NOAA 18 yang mampu mendeteksi titik api dengan resolusi 1,1 kilometer x 1,1 kilometer dan satelit MODIS (Aqua Terra) dengan resolusi 250 meter x 250 meter. ”Data dari satelit tersebut setiap hari diplotkan ke dalam peta penggunaan lahan sehingga diketahui area yang terbakar,” ujar Sutopo.

8390675hData titik panas juga dipadukan dengan foto survei udara menggunakan helikopter dan pesawat tempur Hawk 100/200 TNI AU yang mampu menembus pekatnya asap.

Pemadaman api dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penyiraman air (water bombing) dan teknologi modifikasi cuaca. Untuk ”pengeboman air” dikerahkan sejumlah helikopter, yaitu 1 helikopter Sikorsky buatan Rusia yang mampu mengangkut air hingga 4.000 liter dan 5 helikopter (bolco, eurocopter). ”Saat ini, BNBP akan mendatangkan 1 helikopter Kamov buatan Rusia yang membawa tempat air kapasitas 3.000-4.000 ton,” kata Sutopo.

Pemadaman dari udara juga dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan teknik modifikasi cuaca (TMC). Untuk itu, digunakan pesawat CASA 212 yang membawa 1 ton garam (NaCl). ”Penebaran serbuk NaCl yang bersifat higroskopik ke awan kumulonimbus akan mempercepat kondensasi air hingga terjadi hujan,” kata Heru Widodo, Kepala Unit Pelaksana Hujan Buatan BPPT.

Modifikasi cuaca juga dilakukan BNPB bekerja sama dengan TNI AU menggunakan pesawat Hercules C-130 yang mampu mengangkut 8 ton NaCl untuk menyemai awan.
Penipisan asap

Sementara itu, operasi TMC juga dilakukan dari darat menggunakan ground based generator (GMG). Tujuannya untuk menipiskan asap di sekitar bandara. Alat ini berupa tabung yang dipasang di ujung tiang setinggi 12 meter. Enam GMG dipasang di sekeliling area bandara.

Penyemprotan cairan kalsium klorida (CaCl) dari tabung ke udara akan menyebabkan uap CaCl mengikat partikel asap berupa oksida karbon, nitrogen, dan sulfur hingga jatuh ke permukaan.

Pengendalian dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan juga melibatkan perusahaan hutan tanaman industri di Riau, antara lain PT Riau Andalan Pulp dan Paper (RAPP). ”Kami menyediakan sejumlah helikopter dan 875 orang dari Tim Reaksi Cepat Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
untuk patroli bersama pemerintah daerah,” kata Inra Gunawan, Sustainability Head RAPP.

”Namun, yang lebih penting adalah melakukan pencegahan,” kata Direktur Utama RAPP Kusnan Rahmin. Karena itu, pihaknya menerapkan teknologi ekohidro untuk pengelolaan hutan lestari berdasarkan pengelolaan sumber daya air di lahan yang tersedia.

Khusus untuk pemantauan bahaya kebakaran, diterapkan prosedur kesiapsiagaan berdasarkan tingkat bahaya kebakaran yang disebut fire danger rating (FDR). FDR diperoleh dari data pemantauan satelit dan perhitungan kondisi cuaca, seperti kelembaban relatif, curah hujan, dan jumlah hari tidak hujan. Berdasarkan pantauan tersebut, tim mudah digerakkan untuk mencegah kebakaran lahan.

Oleh: YUNI IKAWATI

Sumber: Kompas, 18 Maret 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Jumat, 27 Juni 2025 - 05:33 WIB

Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB