Belajar dari banyaknya korban tsunami Aceh tahun 2004, Indonesia membutuhkan sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS) yang akurat. Sistem InaTEWS yang dibangun sejak 2008 perlu disempurnakan.
Akurasi peringatan dini mendesak ditingkatkan. Hal itu seiring dengan peningkatan risiko bencana tsunami di Indonesia akibat makin padatnya penduduk dan tingginya aktivitas di area pesisir.
Sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) dibangun setelah tsunami Aceh atas bantuan sejumlah negara dan lembaga dunia. Hingga kini, InaTEWS yang dioperasikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika tergantung sistem yang dibangun Jerman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan data BMKG, selama 10 tahun beroperasi, InaTEWS mengeluarkan peringatan dini tsunami (PDT) 20 kali. Ada 6 kali PDT tak terjadi tsunami. Kejadian terbaru, gempa berkekuatan M 6,9 di Tasikmalaya, pada 15 Desember 2017, InaTEWS mengeluarkan peringatan dini tsunami. Sebagaimana diberitakan, gempa ini berpusat di darat dan tak diikuti tsunami.
Dalam pertemuan sejumlah ahli kebencanaan di BMKG, Jakarta, Jumat (5/1), disepakati akan dilakukan kajian bersama efektivitas InaTEWS terkait gempa bumi Tasikmalaya.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengatakan, kajian bersama kali ini melibatkan sejumlah pakar dari berbagai lembaga, termasuk Ikatan Ahli Bencana Indonesia.
Sebelumnya, sejumlah ahli dari berbagai lembaga secara swadaya melakukan kajian bersama tiga gempa bumi berpotensi tsunami, yakni tahun 2012, 2014, dan 2016. Namun, rekomendasi kajian itu belum mendorong perubahan signifikan.
Karena itu, Kepala Pusat Gempa Bumi BMKG M Riyadi berharap, kajian bersama kali ini memiliki dasar hukum agar rekomendasinya lebih kuat dan mengikat. Itu perlu diikuti penyelesaian draf Instruksi Presiden tentang InaTEWS menggantikan Surat Keputusan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2006.
”Diharapkan, lahirnya Inpres menguatkan koordinasi dan peran kelembagaan sehingga gap dan tantangan InaTEWS ke depan bisa diselesaikan. Tantangan ke depan terutama penyampaian info gempa dan peringatan dini tsunami yang tidak hanya cepat, tetapi juga akurat,” ujarnya.
Terkait ketergantungan pada luar, menurut Daryono, Indonesia perlu membangun infrastruktur dan sistem peringatan dini tsunami dibuat sendiri, berupa sistem pengolahan data dan penentuan parameter peringatan dini. ”Ini penting agar kita tak bergantung pada sistem yang tidak sepenuhnya di bawah kendali kita,” ujarnya. (AIK)
Sumber: Kompas, 6 Januari 2018