Para tenaga kesehatan, seperti dokter dan perawat, berada di garda terdepan dalam menangani pasien Covid-19. Namun, sebagian dari mereka masih kekurangan APD. Mereka pun rentan terinfeksi virus korona baru.
Kepala Kepolisian Daerah Kalteng Inspektur Jenderal Ilham Salahudin memberikan masker gratis kepada warga di Kota Palangkaraya, Kalteng, Jumat (17/4/2020).
Tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan primer, seperti pusat kesehatan masyarakat dan klinik, memiliki kerentanan Covid-19 sangat tinggi. Namun, kebanyakan mereka justru belum terlindungi dan kesulitan mendapat alat pengaman diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Untuk rumah sakit rujukan saat ini sudah mulai bersiaga. Ruang gawat darurat juga sudah dipisahkan untuk yang gejala Covid-19 dan pasien biasa. Namun, dokter umum dan tenaga kesehatan lain yang praktik pribadi, klinik, atau di pelayanan kesehatan primer lain saat ini masih sangat rentan,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) Abraham Andi Padlan Patarai di Jakarta, Jumat (17/4/2020).
Menurut Abraham, sebagian dokter yang terinfeksi Covid-19, bahkan kemudian meninggal, karena menangani pasien yang tidak diketahui telah membawa Covid-19. Apalagi, gejala Covid-19 juga memiliki banyak persamaan dengan penyakit lain. Lalu, banyak orang yang terinfeksi, tetapi tanpa gejala.
”Mereka dengan kondisi sakit apa pun biasanya akan datang dulu ke layanan kesehatan primer ini. Oleh karena itu, petugas kesehatan di garda paling depan ini sudah wajib dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar. Saat ini banyak yang tidak standar,” katanya.
Dia mencontohkan, jika memeriksa tenggorokan pasien yang radang atau amandel, umumnya meminta pasien membuka mulut. ”Nah, kalau pasien ternyata terinfeksi Covid-19 pasti sangat rentan menularkan ke tenaga kesehatannya. Itu sebabnya banyak dokter umum yang terinfeksi,” katanya. ”Fenomena serupa juga terjadi pada dokter gigi.”
Kerentanan lebih tinggi jika ada pasien yang menyembunyikan statusnya. Menurut Abraham, banyak kejadian orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang menyembunyikan statusnya. Bahkan, saat ini pemerintah telah menyarankan orang positif dengan gejala ringan untuk isolasi mandiri. ”Kalau mereka tidak jujur saat berobat, tenaga kesehatan menjadi korban. Ini sudah banyak terjadi,” katanya.
Dengan pertimbangan ini, menurut Abraham, para tenaga kesehatan di layanan primer, baik puskesmas maupun praktik pribadi, harus sudah menggunakan APD yang sesuai standar. ”Masker N95 harusnya sudah wajib disediakan buat mereka, selain juga pelindung mata. Namun, saat ini mencari masker N95 sangat sulit. Kalaupun ada, harganya sangat mahal, per lembar bisa Rp 100.000,” ujarnya.
—-APD untuk petugas medis saat menangani Covid-19.
Alat pengaman diri
Abraham berharap negara bisa hadir menyelesaikan persoalan APD ini. Pekan lalu, PDUI telah mengirim surat terbuka ke Presiden Joko Widodo, yang di antaranya meminta agar ada jaminan APD untuk para tenaga kesehatan. ”Ini masalahnya barang harusnya ada, tetapi di pasaran langka dan mahal,” ucapnya.
Setelah adanya surat tersebut, menurut dia, PDUI kemudian mendapatkan bantuan dari Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 sebanyak 10.000 masker bedah, 2.000 masker N95, dan 5.000 baju hazmat untuk dibagikan ke dokter-dokter di seluruh Indonesia. ”Bantuan ini kami ambil sendiri di gudang di Halim. Untuk masker bedah tidak ada masalah, tetapi ternyata masker N95 yang diimpor dari China tidak sesuai standar WHO dan akan membahayakan kalau salah pemakaian,” katanya.
Hartati B Bangsa, Wakil Ketua Umum Pengurus PDUI, yang bertugas di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, mengatakan, banyak bantuan APD tidak sesuai standar medis. ”Kami mengapresiasi semua bantuan yang ada karena ini merupakan bentuk dukungan. Namun, kami harus kategorikan penggunaannya sesuai risiko,” ujarnya.
Menurut dia, masker N95 memiliki banyak variasi. Ada yang direkomendasikan untuk Covid-19, yaitu yang bisa menyaring partikel lebih besar dari 0,3 mikron dan menyaring lebih dari 95 persen. ”Namun, ada juga N95 yang diperuntukkan bagi bakteri, partikel, dan debu. Ini kebetulan yang kami terima. Ini memang tidak bisa dipakai untuk kegiatan yang rentan penularan aerosol. Di Wisma Atlet, untuk masker N95 yang sesuai standar masih ada, tetapi kemungkinan di daerah sudah sangat sulit,” katanya.
Namun, berdasarkan rekomendasi dari Satgas PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), masker ini masih bisa dipakai untuk kegiatan penunjang lain di area-area yang dianggap tidak berisiko tinggi. ”Ini juga berlaku untuk hazmat yang sebagian kualitasnya beda-beda sehingga ada yang harus dipakai rangkap dua dan tiga. Situasi memang darurat, sementara sesuai sumpah, kami juga tetap harus bekerja dan melayani masyarakat yang sakit,” katanya.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI–Latihan mengenakan APD di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tidar Magelang, Kamis (16/4/2020).
Oleh AHMAD ARIF
Editor ILHAM KHOIRI
Sumber: Kompas, 18 April 2020