Disiapkan 100 Rumah Sakit Rujukan
Satu pasien terduga terinfeksi virus korona penyebab Sindrom Pernapasan Timur Tengah, AS (50), meninggal di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Rabu (7/5), pukul 01.00 Wita. Pihak RSUP Sanglah dan Dinas Kesehatan Bali masih menunggu kepastian hasil uji laboratorium dari Jakarta.
Pasien warga Denpasar itu sempat dirawat intensif di ruang isolasi mulai Selasa (6/5) siang. Dari hasil uji cepat laboratorium Kedokteran Universitas Udayana, kemarin malam, dinyatakan, almarhum negatif terjangkit virus korona penyebab Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Pasien negatif virus MERS. Namun, kami menunggu kepastian dari laboratorium di Jakarta karena lebih akurat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali Ketut Suarjaya, kemarin malam. Ketentuan nasional, sampel pemeriksaan semua terduga MERS mesti dikirim ke laboratorium Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Hasil uji cepat, kata Suarjaya, pasien meninggal karena infeksi paru obstruktif kronis. Meski demikian, pihaknya tetap memeriksa kesehatan keluarga pasien terduga yang meninggal.
Berdasarkan riwayat pasien, AS pulang umrah pada 3 April 2014. Sejak itu, AS mengeluh sakit dada dan sesak napas. Empat hari lalu, ia berobat ke RS swasta dan dirujuk ke Sanglah.
Dari Medan, Sumatera Utara, dilaporkan, sudah tiga pasien terduga MERS dirawat di RSUP H Adam Malik. Pasien terakhir adalah SPJ (55), yang masuk ke ruang gawat infeksius RSUP H Adam Malik, Rabu pukul 11.00. SPJ dibawa ke RS dengan keluhan batuk, demam, dan sesak napas. Ia pulang umrah hari Senin lalu.
Diberitakan Kantor Berita Nasional Antara, tiga pasien terduga MERS dirawat di ruang isolasi RSUD Arifin Achmad (2 pasien) dan RS Awal Bros (1 pasien). Ketiganya baru pulang umrah dengan keluhan sesak napas dan demam tinggi.
Ruang isolasi
Di sejumlah daerah, rumah sakit-rumah sakit rujukan menyiapkan ruang isolasi dan tim dokter. ”Hingga kini, belum ada pasien terduga terinfeksi virus yang kami tangani. Namun, kami sudah menyiapkan semua,” ujar Kepala Humas RSUD dr Soetomo Surabaya dr Urip Murtedjo.
Ruang isolasi yang disiapkan memiliki tiga tempat tidur. Ruang itu merupakan ruangan yang khusus disediakan untuk pasien penyakit tertentu, seperti flu burung, SARS, dan MERS.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, Direktur Utama RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo, Abdul Kadir, mengatakan, pihaknya punya ruangan khusus infeksi untuk menangani penyakit seperti MERS.
Ruangan itu sebelumnya dipakai untuk menangani pasien flu burung dan flu babi. ”Protokol dan penanganan MERS sama dengan flu burung dan flu babi karena sama-sama berasal dari virus korona,” kata Abdul.
Sementara itu, di RS Hasan Sadikin Bandung, pengelola menyiapkan Ruang Flamboyan untuk merawat pasien terduga MERS. ”Kami siap jika ada terduga terinfeksi MERS. Ruangan Flamboyan kerap digunakan untuk kasus flu burung,” kata Primal Sudjana, Kepala Departemen Ilmu Penyakit di RSHS.
Secara nasional, 100 RS rujukan siap menangani pasien terduga MERS. Ke-100 RS itu yang dulu ditunjuk menangani pasien sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan flu burung.
Terkait tata laksana, Kepala Balitbangkes Kemenkes Tjandra Yoga Aditama menambahkan, pihaknya telah mengirim edaran terkait pengambilan sampel dan perawatan pasien pada unit isolasi kepada semua RS rujukan.
Dokter spesialis paru RSUP Persahabatan, Jakarta, Sardikin Dwiputro, menyatakan, petugas di unit isolasi perlu diingatkan lagi tentang bagaimana menangani pasien di ruang isolasi. ”Mungkin sudah lupa, perlu diingatkan lagi,” ujar dia.
Antisipasi lain, semua penyelenggara perjalanan umrah diminta memahami MERS supaya anggota rombongan menghindari penularan virus yang bermula di Arab Saudi itu. Selain itu, pihak bandara juga menyiapkan alat pengukur suhu tubuh di pintu kedatangan internasional. ”Alat itu hanya untuk penumpang yang datang dari Arab Saudi,” kata Kepala Humas PT Angkasa Pura II Achmad Syahir. (NIK/ANS/ENG/WSI/WER/AYS/JUM/CHE/ARN/ADH)
Sumber: Kompas, 8 Mei 2014