Pembangunan technopark di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, dapat menjadi contoh sukses bagi kawasan technopark lainnya. Dengan berbasis pada pengembangan bioteknologi dan teknologi agroindustri, kawasan teknologi terpadu ini menjadi pusat benih unggulan nasional.
Di technopark tersebut juga terbangun triple helix atau sinergi tiga pelaku pembangunan, yaitu akademisi, industri, dan pemerintah daerah, termasuk juga melibatkan komunitas untuk melakukan hilirisasi, mendorong pembangunan ekonomi berbasis keunggulan lokal.
Demikian disampaikan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir dalam kunjungannya di Kabupaten Bantaeng, Sabtu (5/8). Kunjungan ini dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 10 Agustus 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mendampingi kunjungan Menristek dan Dikti, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto, Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemristek dan Dikti Jumain Appe, Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Eniya Listiani Dewi, Rektor Universitas Hasanuddin Makassar Dwia Aries, Rektor Universitas Negeri Makassar Husain Syam, dan anggota Komisi VII DPR Andi Yuliani Paris.
Nasir mengatakan, Bantaeng yang dahulu tidak dipandang apa-apa kini mampu menggalang sinergi Academic, Business, Government, Community tersebut. Dengan technopark-nya, Bantaeng dapat menjadi “Kabupaten Benih” yang berbasis teknologi dan berpotensi mendukung ketahanan pangan nasional.
Saat ini, kata Nasir, ada sekitar 66 technopark yang tengah dirintis pembangunannya di bawah koordinasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kemristek dan Dikti. Target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo adalah 100 technopark. Kemristek dan Dikti bersama Lembaga Pemerintah Non-kementerian di bawah koordinasinya, antara lain BPPT, mendapat tugas membangun 28 technopark.
Unggul Priyanto menambahkan, Technopark Bantaeng merupakan salah satu di antara sembilan technopark yang pembangunannya dirintis sejak 2015, di bawah binaan BPPT. “Dengan dukungan inovasi teknologi, di Technopark Bantaeng dikembangkan pusat perbenihan lima komoditas, yaitu padi, jagung, talas safira, ikan nila, dan rumput laut. Bahkan, untuk talas safira atau disebut juga satoimo sudah diekspor ke Jepang,” ujarnya.
Dukungan teknologi dari BPPT tidak terbatas hanya pada perbenihan, tetapi juga teknik budidaya dan pascapanen. Untuk meningkatkan produktivitas pertanian, BPPT bekerja sama dengan perusahaan lokal membangun pabrik pupuk lepas lambat atau slow release fertilizer dan pupuk hayati.
BPPT juga merancang bangun mesin pengolahan hasil panen, antara lain mesin ekstruder untuk pembuatan mi dan beras analog menggunakan bahan baku lokal, yaitu ganyong, uwi, sagu, dan talas. Selain pengolahan pascapanen, tambah Eniya, BPPT terlibat pada pengemasan dan desain produk olahan hingga pemasaran dengan merancang situs web untuk layanan pemasaran daring yang disebut e-benih.
Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah mengatakan, sasaran pembangunan technopark ini adalah pemberdayaan masyarakat lokal dan pemanfaatan sumber hayati lokal. Ia berharap, dengan sumber daya lokal, technopark mampu berkembang secara mandiri dan jadi pendorong ekonomi di daerah ini. (YUN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Agustus 2017, di halaman 12 dengan judul “Technopark Bantaeng Jadi Percontohan”.