Perkembangan teknologi digital untuk dunia pendidikan membutuhkan infrastruktur jaringan internet dan peralatan digital pendukung. Materi yang dikembangkan secara digital dan interaktif diperlukan sebagai sumber belajar untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi digital dalam keseharian manusia.
Pendiri PesonaEdu, Bambang Juwono, di Jakarta, Kamis (31/8), mengatakan, dengan berkembangnya telepon genggam cerdas dan tablet, cara belajar siswa mulai berubah. Itu bisa menggantikan buku teks dengan hadirnya buku digital interaktif.
“Buku teks untuk belajar bukan dibuat versi digital berbentuk PDF sama dengan versi cetak, melainkan jadi buku interaktif dengan animasi atau video agar materi lebih mudah dipahami dan siswa bisa belajar sendiri. Pengembangan buku teks interaktif berupa buku pelajaran dan buku cerita anak,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Langkah PesonaEdu untuk mengembangkan buku digital interaktif berangkat dari pengalaman mengembangkan software pendidikan oleh anak bangsa, tetapi pemakaiannya mendunia. “Dalam kemajuan teknologi digital bagi pendidikan, harus konsisten memikirkan konten bermutu agar pembelajaran menyenangkan dan bermutu,” ujarnya.
Menurut Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gogot Suharwoto, pelatihan internet sehat dengan sumber belajar digital dikembangkan Pusat TIK Kemdikbud. Buku-buku teks tersedia secara daring, termasuk laboratorium maya, sampai pengembangan ujian secara digital.
Pemerataan mutu
“Pemerintah berkomitmen memakai TIK untuk pemerataan mutu pendidikan,” kata Gogot. Jadi, Kemdikbud mengembangkan konten dan pelatihan, Kementerian Komunikasi dan Informatika fokus untuk memastikan ada jaringan telekomunikasi sampai pelosok, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membuka jaringan listrik. Dengan demikian, hambatan mengakses sumber belajar digital bisa diatasi.
Direktur atau Chief Service Management Officer XL Axiata Yessie D Yosetya memaparkan, rata-rata lama pemakaian internet 5,5 jam per hari. Dari kajian, rata-rata penggunaan paket data internet di Indonesia 1,5 GB per bulan per orang. Pemakaian data terbanyak untuk streaming, seperti menonton video di Youtube dan pemakaian media sosial.
“Kebutuhan data meningkat. Di dunia pendidikan, itu diarahkan untuk mengatasi ketimpangan mutu dengan membuka akses pada sumber bermutu yang melimpah di internet,” ucap Yessie.
Sejauh ini, pengutipan referensi berbasis online belum menjadi budaya dalam penyusunan karya ilmiah di kalangan akademisi di Indonesia. Itu karena kemampuan memakai perangkat lunak masih terbatas.
Untuk meningkatkan kemampuan itu, Asosiasi Pengelola Jurnal Ilmu Komunikasi (Apjiki) bekerja sama dengan Telkom University, Bandung, mengadakan Pelatihan Sitasi Artikel Ilmiah di Fakultas Komunikasi dan Bisnis Telkom University.
“‘Kami mendorong anggota Apjiki menerbitkan jurnal online berbasis open journal system, lalu ikut akreditasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,” ujarnya. (ELN)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 September 2017, di halaman 12 dengan judul “Sumber Belajar Digital Dikembangkan”