Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional masih harus menyelesaikan sekitar 74 juta bidang tanah yang belum bersertifikat. Dengan tenaga survei pertanahan yang ada sekarang, program sertifikasi hanya bisa berjalan 1 juta bidang tanah per tahun. Itu berarti masih butuh 74 tahun lagi untuk bisa menyertifikasi semua bidang tanah. Karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk penambahan tenaga survei pertanahan yang tentunya harus sesuai dengan kompetensi yang diharapkan di dunia industri.
Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan Kementerian ATR/BPN, Agus Wahyudi Kushendratno mengatakan, dengan tenaga survei pertanahan yang ada sekarang, target pemerintah untuk bisa menyertifikasi seluruh bidang tanah sebanyak 125 juta bidang tanah hingga tahun 2025 akan sulit tercapai.
“Kalau sekarang mulai 2017, berarti tinggal 8 tahun lagi. 74 tahun jadi 8 tahun, ini mustahil. Makanya harus ada percepatan-percepatan yang tentu saja perlu tambahan sumber daya manusia,” ujar Agus, dalam penandatanganan perjanjian kerja sama antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang “Peningkatan Kompetensi Bidang Geomatika pada Sekolah Menengah Kejuruan”, di Hotel Mega Anggrek, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (13/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kerja sama tersebut menyangkut tiga hal, yakni pengembangan kurikulum bidang geomatika, peningkatan kompetensi bagi tenaga pengajar, dan penyiapan tenaga calon tenaga asisten surveyor kadester (ASK).
Agus mengatakan, selama ini, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta milik Kementerian ATR/BPN belum bisa memenuhi kebutuhan tenaga ASK. Setiap tahun, sekolah itu hanya meluluskan sekitar 350 orang. Padahal, Kementerian ATR/BPN masih butuh sekitar 4.000 calon ASK di tahun 2019.
“Untuk menyelesaikan target pemerintah yang tiba-tiba mendadak itu, tentunya kami perlu masukan sumber daya yang besar,” ucap Agus.
Oleh karena itu, Kementerian ATR/BPN bekerja sama dengan Sekolah Menengah Kejuruan yang memiliki bidang geomatika untuk mengeluarkan lulusan calon tenaga ASK. Namun demikian, menurut Agus, perlu diperhatikan terkait kompetensi ASK dengan yang terjadi di lapangan agar tidak terjadi gap. Ia menyebut lulusan ASK harus memiliki tiga kompetensi dasar yang diperlukan, yakni survei pemetaan, muatan hukum yuridis, dan administratif.
“Tiga kemampuan dasar itu yang harus sudah jadi satu utuh dalam tenaga ASK. Itu yang kemudian kami tambahkan kepada kurikulum yang ada di SMK sehingga lengkap seperti yang diharapkan BPN, karena harapan kami tinggi, tidak sekadar ASK yang bisa mengukur tanah saja,” katanya.
NIKOLAUS HARBOWO–Direktur Pengukuran dan Pemetaan Dasar Direktorat Jenderal Infrastruktur Keagrariaan Kementerian ATR/BPN Agus Wahyudi Kushendratno, Direktur Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Dikdasmen Kemendikbud M Bakrun, dan Pelaksana harian (Plh) Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Menengah Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Renny Yunus, menandatangani perjanjian kerja sama antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentang “Peningkatan Kompetensi Bidang Geomatika pada Sekolah Menengah Kejuruan”, di Hotel Mega Anggrek, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (13/2).
Tenaga pendidik kurang
Pelaksana harian (Plh) Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Menengah Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Renny Yunus, mengatakan, kebutuhan guru geomatika masih kurang. Guru yang ada saat ini tidak spesifik belajar ilmu mengukur tanah, tetapi dari luar bidang geomatika, seperti teknik bangunan dan geografi. Menurut Renny, hal itu disebabkan tidak ada perguruan tinggi yang secara spesifik melahirkan lulusan bidang geometik.
“Jadi, kami harus duduk lagi dengan Kemendikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) untuk coba buka jurusan itu. Mau tidak mau harus gitu sehingga kekurangan tenaga pendidik ini bisa teratasi,” kata Renny.
Apalagi, lanjut Renny, ada persoalan sertifikasi guru yang mengharuskan linier dengan bidang yang diajar. “Para guru ini akan sulit disertifikasi kalau backgorund ajarnya tidak sesuai,” katanya.
Kepala Seksi Penyelarasan Kejuruan Subdirektorat Penyelarasan Kejuruan dan Kerja Sama Industri Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sulistio Mukti Cahyono, menuturkan, saat ini pihaknya sedang menyelaraskan kurikulum geomatika dengan kompetensi yang ditentukan oleh Kementerian ATR/BPN. Hal itu bertujuan agar guru dapat memberikan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan pekerjaan. Ia berharap pada bulan Juli ini sudah keluar modul yang bisa segera digunakan oleh tenaga pengajar.
“Kami sedang identifikasi gap antara kurikulum dan kompetensi di lapangan agar tenaga ASK yang sudah bekerja tetap sesuai dari yang diharapkan,” ujar Sulistio.(DD18)
Sumber: Kompas, 14 Februari 2018