Reforma agraria bisa meminimalkan timbulnya kemiskinan, ketidakadilan, serta menjadi landasan mewujudkan negara modern berbasis agraris di Indonesia. Akan tetapi, untuk itu, diperlukan struktur hukum kuat guna mewujudkannya.
Itu diungkapkan Ida Nurlinda dalam orasi ilmiah berjudul ”Membangun Struktur Hukum Reforma Agraria untuk Mewujudkan Keadilan Agraria” saat menerima jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum Agraria di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat (9/1). Hadir dalam kesempatan itu, antara lain, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan serta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto.
”Bagi saya, topik ini menarik karena hingga 55 tahun perjalanan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagai aturan induk pertanahan belum tercapai,” kata Ida membuka orasinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ida mengatakan, semangat reforma agraria dalam sejarah pertanahan di Indonesia memiliki fungsi besar mengatasi hambatan pembangunan ekonomi sosial. Di Indonesia, hambatan itu berupa ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfataan tanah, serta sumber daya alam.
Korporasi besar atau pemilik modal memiliki akses lebih besar ketimbang masyarakat di sekitarnya. Itu rentan memicu kemiskinan yang menyumbangkan keterbelakangan negara.
Dalam kesempatan itu, Bambang mengatakan, orasi yang disampaikan Ida seperti menyentil masalah eksploitasi dan korupsi sumber daya alam di Indonesia. Penataan sumber daya alam kerap melawan hukum yang merugikan rakyat. Bentuknya bisa berupa penerbitan aturan hukum baru atau penyalahgunaan kewenangan pejabat publik. (CHE)
Sumber: Kompas, 10 Januari 2015