Sistem Peringatan Dini Longsor Berbasis Ambang Batas Hujan

- Editor

Sabtu, 19 Mei 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peneliti Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengembangkan sistem peringatan dini (EWS) bencana tanah longsor berdasarkan ambang batas hujan yang dinamai Sipendil. Sipendil telah dipasang di lebih dari 40 titik di daerah Temanggung, Wonosobo, dan Banjarnegara yang masuk ke dalam wilayah rawan longsor.

Sistem yang dikembangkan oleh dosen Departemen Geografi Lingkungan Nugroho Christanto dan M Anggri Setiawan, bersama dengan Sulkhan Nurrohman, alumnus Fakultas Geografi UGM, ini sederhana dan mudah dioperasikan. Alat ini dikembangkan menggunakan komponen sederhana yang mudah diperoleh di toko elektronik dan bahan bangunan.

Alat ini tersusun atas dua komponen utama, yakni pipa penampung air hujan dan box controller. Pada box controller terdapat sejumlah komponen seperti kran pelimpah, lampu LED, threshold controller, dan power.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

DOKUMENTASI/HUMAS UGM–Nugroho Christanto, Ketua Tim Peneliti Fakultas Geografi UGM

“Ide pembuatan alat ini pada 2013 lalu atas permintaan masyarakat Sitieng, Kejajar, Wonosobo yang merasa khawatir akan ancaman tanah longsor,”ungkap Ketua tim peneliti, Nugroho Christanto, Jum’at (18/5/2018), di Kantor Humas UGM, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam rilis Humas UGM yang diterima Kompas.

Ide pembuatan Sipendil pada 2013 atas permintaan masyarakat Sitieng, Kejajar, Wonosobo yang merasa khawatir akan ancaman tanah longsor.

Dalam penggunaan sistem peringatan dini ini, kata Nugroho, pengguna seyogianya selalu mengosongkan tabung setiap hari di pagi hari dengan membuka kran pelimpah dan mencatat volume air yang tertampung. Catatan ini akan bermanfaat sebagai penentu nilai ambang batas hujan untuk longsor.

Pengaturan nilai ambang batas hujan dilakukan melalui threshold controller. Sipendil dapat diset pada ambang batas 55, 60, 65, 70, 75, dan 80 milimeter.

Sederhana
Cara kerja sistem peringatan dini longsor ini sederhana dan mudah dipahami. Peringatan dini tanah longsor bekerja berdasarkan ambang batas hujan. Apabila curah hujan yang tertampung pada tabung penampungan melewati ambang batas, maka alarm atau sirine berbunyi memberikan peringatan pada warga setempat.

“Sistem peringatan dini longsor ini juga dilengkapi dengan lampu LED yang akan menyala saat curah hujan melebihi ambang batas sehingga masyarakat dengan gangguan pendengaran tetap bisa mengetahui jika bahwa alarm berbunyi,” tambahnya

DOKUMENTASI/HUMAS UGM–Nugroho menjelaskan cara kerja Sipendil

Nugroho menjelaskan dalam membangun sistem peringatan dini tanah longsor ini juga diperlukan dukungan data histori kejadian longsor dan data curah hujan yang pernah terjadi. Dari data tersebut akan diperoleh korealsi antara curah hujan dan longsor sebagai dasar penentu ambang batas kemampuan tanah untuk merespon curah hujan maksimal.

“Setiap wilayah akan memiliki ambang batas yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik lahannya seperti tebal tanah, tipe tanah dan kemiringannya,”terangnya.

Alat ukur curah hujan, dikatakan Nugroho dapat dikembangan dengan alat sederhana dan mudah diperoleh di lingkungan sekitar. Misalnya saja dibuat dengan menggunakan botol air mineral, pipa pralon pvc, corong minyak plastik dan lainnya.

Sipendil saat ini telah diproduksi secara massal dan dipasarkan dengan harga Rp 1,5 juta per unit. Selain menerima pesanan pembuatan sistem peringatan deteksi dini longsor, Nugroho dan tim juga membuka layanan bagi masyarakat yang menginginkan bimbingan dalam pengembangan alat ini.

“Harapannya masyarakat dapat mengembangkan sendiri sistem peringatan dini ini,”tuturnya.

YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 19 Mei 2018

Kurnia Ekaptiningrum
Public Relations and Protocol, Universitas Gadjah Mada
UGM Main Building, 1st Floor, South Wing, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
Indonesia

T: +62 274 649 1936 F: +62 274 649 1936
Website: http://ugm.ac.id/

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
BJ Habibie dan Teori Retakan: Warisan Sains Indonesia yang Menggetarkan Dunia Dirgantara
Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Rabu, 11 Juni 2025 - 20:47 WIB

Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB