Si Bohr Raksasa

- Editor

Jumat, 6 Agustus 2021

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oktober lalu adalah seratus tahun lahirnya Niels Bohr. Namanya amat lekat dengan perkembangan fisika kuantum.

Oktober lalu adalah tepat seratus tahun lahirnya salah seorang ahli fisika terbesar abad ini. Namanya Niels Hendrik David Bohr, yang lahir di Kopenhagen tanggal 7 Oktober 1885. Selama hidupnya, ia banyak menyumbangkan hasil pemikirannya untuk kemajuan fisika. la menyempurnakan model atom yarg berasal dari Rutherford, yang memenangkannya hadiah Nobel tahun 1922. Ia juga melahirkan asas komplementaritas, serta mengemukakan tahapan proses yang terjadi di dalam transmutasi dan disintegrasi atom.

Tak heran, karena Niels Bohr lahir dalam keluarga ilmuwan. Ayahnya, Christian Bohr, adalah ahli fisiologi terkenal dan guru besar Universitas Kopenhagen. Saudaranya, Harald, ahii matematika terkenal. Pendidikannya sebagai ilmuwan berawal pada tahun 1903, ketika Niels Bohr memasuki Universitas Kopenhagen jurusan fisika.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Empat tahun kemudian, pada tahun 1907, ia sudah mulai menunjukkan hasil karyanya, berupa penelitian teoritis dan eksperimen tentang tegangan permukaan air. Atas karyanya ini, Bohr memperoleh medali dari Akademi Ilmu Pengetahuan dan Sastra Denmark. Dan pada tahun 1911, gelar doktor diraihnya, melalui disertasi tentang teori elektron pada logam.

Antara tahun 1912 sampai 1916, Bohr pergi ke Cambridge dan Manchester. Sekalipun hanya sebentar, di Cambridge, Bohr bertemu dengan J.J. Thomson. Sedangkan di Manchester, ia cukup lama bertemu dengan Rutherford. Dan berdasarkan teori atom mereka itulah, akhirnya pada tahun 1913, Bohr melahirkan model atom yang lebih baik daripada model atom Rutherford. Model atom ini berdasarkan postulat kuantum.

Postulat Kuantum
Lebih dari satu setengah abad yang lampau, yakni pada tahun 1814, ketika menguji prisma dari gelas, Joseph von Fraunhofer menemukan bahwa spektrum cahaya matahari mengandung banyak garis gelap. Memang, 12 tahun sebelumnya, William Hyde Wollaston telah menemukan 7 garis gelap demikian. Namun, dengan alat yang lebih baik, Fraunhofer menemukan hampir 600 garis gelap.

Lebih dari itu, Fraunhoret mengukur letak garis gelap itu, serta memberi tanda dengan aksara A sampai K kepada delapan garis gelap yang paling nyata. Ia juga menunjukkan, bahwa garis gelap itu terus saja jatuh pada letak yang sama, sekalipun cahaya matahari itu !angsung ataupun berasal dari pantulan bulan dan planet. Setelah berhasil memeta beberapa ratus garis gelap, maka garis itu pun dikenal sebagai garis Fraunhofer.

Setengah abad kemudian, Jean Bernard Leon Foucault menemukan, bahwa salah satu garis gelap spektrum cahaya matahari justru menjadi garis terang pada cahaya natrium. Tak lama kemudian, Gustav Robert Kirchhoff juga mempelajari spektrum serta menyusun dasar spektroskopi. Garis spektrum pun mulai dikaitkan dengan zat. Dan melalui cara ini, Kirchhoff menemukan uap natrium di atmosfir matahari.

Berbagai zat menunjukkan garis gelap yang berbeda. Jarak garis gelap itu pun mulai diukur. Melalui pengukuran, ada pula ilmuwan yang menemukan, bahwa jarak garis gelap itu membentuk deret. Maka muncullah bermacam deret. Seperti deret Balmer dari Johann Jakob Balmer untuk spektrum hydrogen, deret Lyman, deret Paschen, dan lain-lainnya, Di samping itu, pada tahun 1900, Max Planck mengemukakan teori kuantum. Dan pada tahun 1911, Rutherford telah mengemukakan model atom yang menyerupai sistem matahari. Kesemuanya ini, spektroskopi, teori kuantum dan model atom Rutherford, menarik perhatian Bohr.

Sekalipun tampak mengesankan, model atom Rutherford masih menimbulkan banyak masalah. Dilihat dari segi mekanika klasik, orbit elektron itu akan melepaskan tenaga. Dan bersama lepasan tenaga itu, selain muncul pancaran cahaya, orbit pun mengecil. Menurut perhitungan, dalam waktu singkat, elektron itu akan mencapai inti atom. Dengan kata lain, atom akan luruh dalam waktu singkat.
Atom tidak akan mantap. kenyataannya? Atom adalah mantap, yang jelas bertentangan dengan teori mekanika klasik. Di sinilah Bohr muncul dengan postulat kuantumnya. Pikir Bohr, kalau pancaran cahaya pada atom berbentuk diskrit dalam ukuran kuantum, maka tentunya, orbit elektron tidak boleh sembarang pula. Bersama itu, Bohr mengungkapkan, bahwa elektron beredar sekitar inti dalam orbit lingkaran yang tertentu. Orbit itu berkaitan dengan konstanta Planck. Dan selama elektron berada dalam orbitnya itu, atom tidak memancarkan cahaya.

Menurut Bohr, elektron dapat saja berpindah orbit. Namun, perpindahan ini harus “melompat” ke orbit yang tertentu jaraknya. Apabila elektron berpindah dari orbit besar ke orbil kecil, maka atom memancarkan cahaya sesuai dengan teori kuantum Planck, demikian pula sebaliknya. Pancaran cahaya dari atom, tambah Bohr, terjadi karena pergeseran tingkat tenaga di kawasan subatomik, bukan karena osilasi atau percepatan elektron. Hal ini tentu menimbulkan kontradiksi dengan mekanika klasik.

Tapi, postulat kuantum Bohr ini turut menjelaskan pula garis pada spektrum tadi. Deret Lyman, Balmer, Pasehen, Brackett, dan Pfund untuk hidrogen, misalnya, dapat dijelaskan oleh pergeseran tingkat tenaga ini. Pergeseran ke orbit terdalam menghasilkan deret Lyman, ke orbit kedua menghasilkan deret Balmer, dan demikian seterusnya. Dan bersama itu, orbit elektron, teori kuantum, dan spektroskopi dapat dikaitkan ke dalam satu uraian yang sama!

Dengan postulat ini pula, Bohr mengemukakan model atomnya. Orbit elektron itu, kata Bohr, tersusun dalam beberapa lapisan. Hidrogen hanya memiliki satu elektron, dan dalam keadaan biasa, elektron ini menduduki orbit terdalam. Selanjutnya, Bohr juga mengemukakan, bahwa isi elektron pada orbir terluar itulah yang menentukan sifat kimia dari atom.

Bohr memang tidak menerangkan semua gejala fisika. la, misalnya, belum mampu menjelaskan semua garis gelap pada spektroskopi, terutama garis yang dikenal sebagai struktur halus. Hal ini, kemudian, diterangkan oleh Sommerfeld. la juga belum mampu menyusun model atom yang memuaskan, kecuali untuk hidrogen. Ilmuwan-ilmuwan lainlah yang menutup kekurangan itu. Namun dialah yang membuka jalan

Asas Komplementaritas
Masalah yang masih mengganggu, dalam model atom ini, adalah pertentangan antara teori mekanika klasik dan postulat kuantum. Diilhami oleh Bohr, pada tahun 1924,Werner Karl Heisenberg menyusun mekanika matriks. Tiga tahun kemudian Hersenberg juga menunjukkan adanya asas ketidakpastian (indeterminisme) di dalam fisika.

Dualisme cahaya berupa partikel atau gelombang, diselesaikan oleh Louis Victor Pierre de Broglie, melalui konsep zat bergelombang. Sementara de Broglie sibuk dengan panjang gelombang dari zat bergelombang itu. Erwin Sehrodinger pun menyusun mekanika gelombang untuk menentukan amplitudonya.

Perkembangan ini belum juga menyelesaikan kontradiksi. Dan di sini, sekali lagi, Bohr muncul dengan gagasan yang mendasar. Kata Bohr, kedua ilustrasi teori itu –fisika partikel dan fisika gelombang— sama-sama sah. Keduanya merupakan uraian saling melengkapi (komplementer) dari satu kenyataan yang sama; masing-masing tidak dapat sempurna berdiri sendiri-sendiri. Tapi, ada keadaan-keadaan tertentu, dimana lebih sesuai untuk menggunakan konsep partikel, sedangkan pada keadaan lain lebih baik menggunakan konsep gelombang. Misalnya, satu kesatuan fundamental, seperti elektron bukan merupakan partikel atau gelombang, tapi pada keadaan-keadaan tertentu elektron itu berlaku seakan merupakan gelombang, sedangkan pada keadaan lain seperti partikeL Jadi, jawaban eksperimen terhadap suatu elektron tergantung dari apa yang dicari. Kalau yang anda cari partikel, yah yang ketemu partikel; cari gelombang dan gelombanglah yang ketemu. Tapi tak mungkin bisa membuat sebuah eksperimen yang menunjukkan elektron berlaku sebagai gelombang dan partikel pada saat yang sama! lde bahwa gelombang dan partikel itu merupakan 2 “muka” yang saling melengkapi (berkomplementer) dari satu sifat yang Iebih kompleks lagi disebut komplementaritas.

Bohr juga tak jarang membawa asas komplementaritas itu ke bidang lain, terutama bidang biologi. Di biologi, misalnya, terdapat zat dan hidup. Keduanya saling berkomplementer. Sebagai contoh lain, misalnya, sapi-sapi dapat dianggap sebagai hewan ternak, dapat pula dianggap sebagai gizi, dan juga sebagai tenaga kerja di sawah. Konsep ini saling eksklusif dan karenanya, saling berkomplementer.

Model Tetes Cairan
Pada tahun 1936, Bohr masih sekali lagi memberi sumbangan kepada fisika. Melalui model tetes, Bohr berusaha menerangkan tahapan proses yang terjadi pada transmutasi dan disintegrasi atom. Kata Bohr, reaksi inti berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama menjurus ke pembentukan sistem gabungan dengan tenaga besar dan usia panjang (relatif terhadap skala inti). Hal ini menyerupai tetesan cairan pada temperatur yang sangat tinggi.

Pada tahap kedua, sistem gabungan itu menghilangkan kelebihan tenaganya, melalui berbagai proses seperti memancarkan partikel melalui radiasi, atau pemecahan sistem gabungan ke dalam bagian yang seimbang besarnya.

Niels Bohr meninggal pada tahun 1962. Tetapi, selama hidupnya itu, ia telah melakukan banyak hal. Di samping sumbangan langsung kepada ilmu fisika, ia juga telah memangku berbagai jabatan. Ia menjadi guru besar fisika di Universitas Kopenhagen pada tahun 1916. Pada tahun 1922, ia menerima hadiah Nobel di bidang fisika.

Pada tahun 1917, Bohr terpilih menjadi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan dan Sastra Denmark, dan pada tahun 1939 menjadi ketuanya. Pada tahun 1955, ia menjadi direktur Komisi Tenaga Atom Denmark, serta pada tahun 1957, menjadi direktur Institut Fisika Atom Teoretik Nordik.

Pada zaman Perang Dunia Kedua, yakni pada tahun 1944, Bohr meloloskan diri ke Swedia untuk kemudian ke Amerika Serikat. Di sana, ia sempat bertemu dengan para ilmuwan yang sedang merancang senjata atom.

Setelah Perang Korea pada tahun 1950, ia mengajukan imbauan di Perserikatan Bangsa-Bangsa, berupa asas “Dunia Terbuka.” Melalui asas ini, ia mengimbau negara-negara untuk, sebagai syarat pertama, melakukan pertukaran informasi guna memulihkan saling percaya serta memajukan pengertian di antara negara. Dengan cara ini, menurut pikiran Bohr, dunia dapat terhindar dari malapetaka senjata nuklir, ia kini telah tiada, tapi karyanya akan tetap abadi sepanjang sejarah, selama manusia tetap bisa mengekang hasrat ingin saling memusnahkan.

Oleh Dali S. Naga

Sumber: Majalah Aku Tahu Desember 1985

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif
Berita ini 52 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB