Subrahmanyan Chandrasekhar: Ilmuwan Astrofisika Penemu Batas Bintang

- Editor

Rabu, 11 Juni 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Subrahmanyan Chandrasekhar, seorang ilmuwan astrofisika kelahiran India, mungkin bukan nama yang sering kita dengar di buku pelajaran sekolah. Namun, di balik senyapnya namanya di telinga awam, ia menyimpan warisan ilmu pengetahuan yang menerangi jagat raya. Penemuan utamanya, yang kini dikenal sebagai Batas Chandrasekhar, menjadi fondasi penting dalam pemahaman kita tentang evolusi bintang, bintang neutron, dan lubang hitam.

Lahir di Lahore, India Britania (sekarang Pakistan), pada tahun 1910, Chandrasekhar tumbuh dalam keluarga akademik. Pamannya adalah peraih Nobel Fisika, C.V. Raman. Namun, alih-alih bersembunyi di balik nama besar keluarganya, Chandrasekhar justru memilih jalur sulit: merantau jauh dan membuktikan kapasitasnya sendiri.

Saat usianya baru 19 tahun, ia berlayar ke Eropa untuk melanjutkan studi di Cambridge University. Dalam perjalanan laut yang panjang, ia tidak menghabiskan waktu untuk menikmati gelombang samudra, melainkan tenggelam dalam rumus dan teori relativitas umum Einstein. Dari perhitungan itu, lahirlah gagasan yang kelak mengguncang dunia fisika bintang: bahwa ada batas massa tertentu yang menentukan nasib sebuah bintang katai putih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apa Itu Batas Chandrasekhar?
Batas Chandrasekhar adalah teori fisika astrofisika yang menyatakan bahwa jika sebuah bintang katai putih memiliki massa lebih dari 1,4 kali massa Matahari, maka ia tidak akan stabil dan akan kolaps menjadi objek yang lebih padat—seperti bintang neutron atau bahkan black hole (lubang hitam). Temuan ini sangat penting dalam memahami kematian bintang dan pembentukan objek ekstrem di alam semesta.

Namun, seperti banyak penemuan besar lainnya, teori ini awalnya ditolak. Bahkan, ilmuwan terkemuka seperti Sir Arthur Eddington mengecamnya di muka umum, menyebut teori tersebut “tidak masuk akal.” Kritik itu bukan sekadar perbedaan pandangan ilmiah, melainkan juga mencerminkan bias kolonial dan hierarki ilmu pengetahuan pada masa itu. Bagaimana mungkin anak muda dari Timur menantang dogma yang diyakini di pusat-pusat sains Eropa?

Dari Penolakan Menuju Pengakuan Dunia
Meski mendapat penolakan, Chandrasekhar tidak patah semangat. Ia melanjutkan karier akademiknya di University of Chicago di Amerika Serikat. Di sana, ia mengembangkan karya-karya luar biasa dalam bidang teori struktur bintang, stabilitas fluida, dan relativitas umum. Ia juga menulis sejumlah buku ilmiah yang kini menjadi rujukan utama dalam astrofisika.

Butuh waktu hampir 50 tahun hingga dunia sains mengakui keabsahan teorinya. Pada tahun 1983, Chandrasekhar dianugerahi Hadiah Nobel Fisika atas kontribusinya dalam pemahaman struktur dan evolusi bintang. Ini menjadi bukti bahwa meskipun kebenaran bisa ditunda, ia tidak bisa ditolak selamanya.

Warisan Abadi Chandrasekhar
Warisan Subrahmanyan Chandrasekhar tidak berhenti pada teori saja. NASA menamai salah satu teleskop luar angkasanya sebagai Chandra X-ray Observatory, sebuah penghormatan terhadap kontribusinya dalam memahami sinar-X dari lubang hitam dan bintang mati. Teleskop ini kini terus memindai langit untuk mengungkap sisa-sisa supernova dan jejak lubang hitam—sesuatu yang pernah ia prediksi puluhan tahun sebelumnya.

Lebih dari sekadar ilmuwan jenius, Chandrasekhar juga dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, disiplin, dan tak haus sorotan. Ia mengajar dan meneliti hingga usia lanjut, dengan rutinitas yang hampir tidak pernah berubah. Meski dunia pada akhirnya memberikan penghargaan, Chandrasekhar tetap berjalan dengan langkah tenangnya—karena bagi dia, ilmu pengetahuan adalah panggilan jiwa, bukan panggung pujian.

Kutipan yang Menginspirasi
Dalam salah satu wawancaranya, Chandrasekhar berkata:
“Ilmu pengetahuan tidak mengenal batas negara.”
Kata-kata ini mencerminkan semangatnya yang universal, bahwa ilmu adalah bahasa bersama umat manusia.

Garis Waktu Kontribusi Ilmiah Chandrasekhar

Tahun Peristiwa / Kontribusi Penting
1930 Mengembangkan teori tentang Batas Chandrasekhar
1935 Teorinya ditolak oleh Eddington di hadapan publik
1937 Pindah ke University of Chicago
1952–71 Mengedit Astrophysical Journal (menjadi pemimpin opini sains)
1960-an Meneliti stabilitas bintang dan fluida astrofisika
1970-an Menyumbang teori penting tentang lubang hitam dan relativitas umum
1983 Memenangkan Hadiah Nobel Fisika
1995 Meninggal di usia 84 tahun

Kesimpulan
Subrahmanyan Chandrasekhar bukan hanya penemu Batas Chandrasekhar, tapi juga simbol dari ketekunan, ketabahan, dan keberanian intelektual. Kisah hidupnya adalah inspirasi bahwa meski datang dari pinggiran dunia sains global, satu ide yang benar dapat menembus batas-batas geografi dan prasangka.

Bagi kita di Indonesia—dan dunia berkembang pada umumnya—kisah Chandrasekhar mengajarkan satu hal penting: bahwa ilmu pengetahuan bisa lahir dari mana saja, asal ada keberanian untuk bertanya, menghitung, dan mempercayai diri sendiri.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta
Maung, Mobil Nasional yang Tangguh dan Cerdas: Dari Garasi Pindad ke Jalan Menuju Kemandirian Teknologi
Menelusuri Jejak Mobil Listrik di Indonesia: Dari Solar Car ITS hingga Arjuna EV UGM
Harta Terpendam di Air Panas Ie Seum: Perburuan Mikroba Penghasil Enzim Masa Depan
Haroun Tazieff: Sang Legenda Vulkanologi yang Mengubah Cara Kita Memahami Gunung Berapi
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Jumat, 13 Juni 2025 - 13:30 WIB

Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia

Jumat, 13 Juni 2025 - 11:05 WIB

Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer

Jumat, 13 Juni 2025 - 08:07 WIB

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Kamis, 12 Juni 2025 - 20:36 WIB

Maung, Mobil Nasional yang Tangguh dan Cerdas: Dari Garasi Pindad ke Jalan Menuju Kemandirian Teknologi

Berita Terbaru

Artikel

James Webb: Mata Raksasa Manusia Menuju Awal Alam Semesta

Jumat, 13 Jun 2025 - 08:07 WIB