Setahun Tabung Gaji, Santi Mendaftar ke IPB

- Editor

Rabu, 15 Agustus 2012

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Mimpi Santi Apriliani menjadi mahasiwa Institut Pertanian Bogor (IPB) akhirnya terwujud. Setahun lalu, mimpi itu kandas akibat ganjalan biaya.

Tahun lalu, Santi sebenarnya diterima di sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) di Jawa Timur. Kebuncahannya menembus PTN terpaksa padam ketika dia harus membayar Rp12 juta sebagai uang pangkal. Upaya sang ibu meminta penangguhan atau keringanan ke bagian akademik kampus tersebut pun tak berbuah. Santi tetap harus membayar penuh, meski dia diperbolehkan membayar dahulu setengah dari biaya tersebut.

“Namun kami mengalami jalan buntu. Bagi kami setengahnya pun sudah sangat besar buat keluarga dengan pendapatan per bulannya minim,” kata Santi, seperti dikutip dari laman IPB, Rabu (15/8/2012).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mengingat peluangnya meraih cita-cita kandas, Juara Umum di SMAN 2 Trenggalek ini pun memilih bekerja di toko pamannya di Jakarta. Keputusasaan sempat menghampiri Santi. Namun dukungan sahabat-sahabatnya membuat Santi kembali yakin menggapai mimpinya.

Santi mengenang, setiap malam dia kembali mengulang pelajaran semasa SMA. Dia juga selalu menyisihkan Rp100 ribu dari gajinya yang tidak seberapa, hanya Rp400 ribu. Tabungan tersebut dia gunakan untuk mendaftar kembali ujian tulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mengurus berkas administrasi mendaftar Bidik Misi.

“Sisanya mungkin masih cukup untuk biaya hidup sebulan di Bogor,” tuturnya.

Jerih payah Santi tidak sia-sia. Dia lulus SNMPTN dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.  Tidak hanya itu, Santi juga lolos seleksi Bidik Misi.

Diakui Santi, dia memilih IPB karena kecintaannya terhadap Biologi. Meski demikian, keraguan sempat menyergap di benak Santi, mengingat IPB termasuk universitas favorit dengan tingkat persaingan yang tinggi.

“Namun alangkah kagetnya saya saat tahu bahwa saya diterima di IPB. Tak terelakkan kebahagiaan saya. Saya kemudian bertekad tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini,” pungkasnya.(rfa)-Rifa Nadia Nurfuadah

Sumber: Okezone, Rabu, 15 Agustus 2012 15:07 wib

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB