Seperempat Bulan Tertutup Bumi

- Editor

Jumat, 7 April 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gerhana Bulan sebagian akan kembali terjadi di seluruh wilayah Indonesia pada Senin (7/8) malam hingga Selasa (8/8) dini hari. Meski hanya seperempat permukaan Bulan yang tertutup bayang-bayang Bumi, gerhana itu akan jadi sedikit penghibur bagi masyarakat Indonesia yang tidak bisa menyaksikan gerhana Matahari total pada 21 Agustus mendatang.

“Sejak gerhana Matahari total (GMT) 9 Maret 2016, tidak ada gerhana Matahari atau Bulan yang menarik untuk diamati di Indonesia,” kata komunikator astronomi dan pengelola situs langitselatan.com, Avivah Yamani, di Bandung, Minggu (6/8).

GMT 9 Maret 2016 menjadi fenomena langit istimewa bagi rakyat Indonesia. Saat itu, wilayah daratan di muka Bumi yang bisa menyaksikan GMT hanya Indonesia. Sejak itu hingga kini, Indonesia hanya pernah disambangi gerhana matahari sebagian (GMS) pada 1 September 2016 yang menutupi 3 persen piringan Matahari, dan hanya bisa disaksikan di selatan Sumatera dan barat Jawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara untuk gerhana bulan hanya terjadi sejumlah gerhana Bulan penumbra (GBP) di Indonesia, yaitu terjadi pada 23 Maret 2016, 16 September 2016, dan 11 Februari 2017. GBP terjadi saat piringan Bulan memasuki daerah penumbra atau bayang-bayang bagian luar Bumi. GBP kurang menarik diamati karena perubahan warna Bulan sulit dibedakan.

“Jika diamati dengan mata telanjang, masyarakat akan bingung karena penampakan Bulan purnama nyaris tidak berubah dan waktu terjadinya gerhana sulit dideteksi,” ujarnya.

Bulan purnama
Gerhana Bulan selalu terjadi saat Bulan purnama. Ketika itu, Bulan berada pada posisi yang berseberangan dengan Matahari terhadap Bumi atau Bumi berada di antara Matahari dan Bulan. Namun, tidak setiap purnama akan terjadi gerhana karena bidang edar Bulan mengelilingi Bumi miring 5 persen terhadap bidang edar Bumi mengelilingi Matahari.

Berdasarkan wilayah bayang-bayang Bumi yang dimasuki Bulan, ada tiga jenis gerhana Bulan, yaitu GBP, gerhana Bulan sebagian (GBS), dan gerhana Bulan total (GBT). Setiap GBS akan didahului dan diakhiri dengan fase GBP, sedangkan saat GBT akan didahului dan diakhiri dengan GBP dan GBS.

Pada gerhana Senin malam, fase GBP terjadi mulai pukul 22.50 WIB. Fase GBS akan berlangsung selama 1 jam 55 menit, pada pukul 00.23 WIB-02.18 WIB. Saat GBS itulah umat Islam disunahkan melaksanakan shalat Gerhana. Rangkaian gerhana akan diakhiri dengan GBP pada pukul 03.51 WIB.

Saat puncak gerhana pada pukul 01.20 WIB, “Sekitar seperempat bagian Bulan purnama di sisi selatan akan tertutup bayang-bayang inti Bumi (umbra),” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin.

Meski seluruh wilayah Indonesia bisa menyaksikan GBS, wilayah paling timur di Indonesia timur tidak akan bisa menyaksikan fase GBP akhir karena terjadi bersamaan dengan terbenamnya Bulan dan terbitnya Matahari.

Gerhana Matahari
Selanjutnya, tepat dua minggu setelah GBS, pada 7-8 Agustus akan terjadi GMT pada 21 Agustus. Lintasan jalur totalitas GMT ini akan melintasi seluruh dataran Amerika Serikat.

Posisi Bulan saat gerhana Matahari berkebalikan dengan saat gerhana Bulan. Gerhana Matahari selalu terjadi saat fase Bulan mati atau baru, yaitu ketika Bulan terletak di antara Matahari dan Bumi.

“GMT 21 Agustus sama sekali tidak bisa diamati dari Indonesia karena saat terjadi gerhana di AS, di Indonesia sudah malam,” tambah Thomas.

Setelah GBS 7-8 Agustus, Indonesia kembali akan disambangi gerhana Bulan berupa GBT pada 31 Januari 2018. Wilayah tengah dan timur akan menyaksikan semua gerhana itu, sedangkan di Indonesia barat akan sulit mengamati fase awal gerhana karena terjadi bersamaan dengan terbitnya Bulan.

Selain itu, ada pula GBT 27 Juli 2018 yang hanya bisa disaksikan seluruh fasenya di bagian utara Sumatera dan GBS 16 Juli 2019 yang bisa disaksikan di Indonesia tengah dan timur. Indonesia juga akan mengalami gerhana Matahari Cincin pada 26 Desember 2019 yang hanya bisa disaksikan di Sumatera Utara, Riau, dan utara Kalimantan. (M ZAID WAHYUDI)
———–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Agustus 2017, di halaman 12 dengan judul “Seperempat Bulan Tertutup Bumi”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 9 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB