Cincin Cahaya di Langit

- Editor

Selasa, 31 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gerhana matahari cincin akan terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, Kamis, 26 Desember 2019. Gerhana cincin terlama, 3 menit 40 detik, berlangsung di Sungai Apit, Siak, Riau.

Gerhana matahari cincin, Kamis, 26 Desember 2019, adalah gerhana terakhir di tahun 2019 dan gerhana matahari cincin ketujuh sejak Indonesia merdeka. Jalur gerhana cincin kali ini akan melintasi tujuh provinsi dan 25 kabupaten/kota di Sumatera dan Kalimantan.

Secara keseluruhan, jalur gerhana cincin dengan lebar 117-164 kilometer (km) itu terentang sejauh 12.900 km dari tenggara Jazirah Arab, Laut Arab, selatan India, Teluk Benggala, Sumatera, Kepulauan Riau, Kalimantan, Laut Sulawesi, hingga berakhir di barat Samudra Pasifik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Gerhana cincin akan bermula di Hofuf, Arab Saudi, saat matahari terbit dan berakhir di timur Guam, saat matahari terbenam. Daerah bayang-bayang bulan yang membentuk jalur gerhana itu bergerak dari belahan bumi barat ke timur dengan kecepatan 1,1 km per detik.

” Daerah bayangan gerhana bergerak dari barat ke timur sesuai dengan gerak bulan mengitari bumi,” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin di Jakarta, Senin (23/12/2019).

Kecepatan gerak daerah bayang-bayang gerhana itu merupakan gabungan antara kecepatan bulan mengitari bumi dan kecepatan rotasi bumi. Jika bumi diam, daerah bayangan gerhana akan bergerak lebih cepat hingga waktu gerhana pun lebih singkat.

Sementara itu, waktu gerhana matahari cincin terlama akan berlangsung di sekitar Sungai Apit, Siak, Riau. Di sana, gerhana cincin akan berlangsung selama 3 menit 40 detik yang mencapai puncaknya pada pukul 12.17 WIB, saat matahari di atas kepala.

Puncak gerhana, lanjut Thomas, terjadi saat bentuk bayangan bulan di muka bumi paling besar. Kondisi itu berlangsung ketika bulan mencapai titik terdekatnya dengan bumi dan saat tengah hari.

”Situasi itu terjadi saat titik pusat matahari, bulan, dan bumi segaris atau sedang konjungsi,” kata dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), Moedji Raharto.

Di luar jalur gerhana cincin, seluruh wilayah Indonesia juga akan mengalami gerhana matahari sebagian. Namun, besaran piringan matahari yang tertutup piringan bulan dalam gerhana matahari sebagian itu sangat bergantung dari lokasinya terhadap jalur gerhana cincin.

Tetap terang
Beda dengan gerhana matahari total seperti yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia pada 2016, pada gerhana cincin tidak akan ada fase sinar matahari tertutup penuh oleh piringan bulan. Karena itu, selama gerhana cincin, tidak akan ada kegelapan seperti dalam gerhana matahari total.

Data Five Millenium Catalog of Solar Eclipse: -1999 to 3000 (2000 BCE to 3000 CE) dari Fred Espenak dan Jean Meeus, 2009, menunjukkan selama 5.000 tahun terjadi 11.898 gerhana matahari. Dari jumlah itu, 33,2 persennya adalah gerhana cincin dan 26,7 persennya gerhana total.

Gerhana cincin terjadi karena bulan sedang berada atau menuju titik terjauhnya dari bumi. Jarak terjauh bulan ke bumi itu akan dicapai pada 2 Januari 2020 saat bulan terpisah 404.580 km dari bumi.

Posisi yang jauh itu membuat pengamat di bumi akan melihat piringan bulan lebih kecil dibanding saat terjadi gerhana matahari total. Konsekuensinya, hanya bagian tengah matahari yang tertutup dan cahaya dari pinggiran lingkaran matahari tetap terang dan menyilaukan.

Langit yang tetap terang meski sedikit redup bak tertutup mendung itu menunjukkan masih kuatnya pancaran sinar matahari selama proses gerhana matahari cincin berlangsung. Karena itu, pengamat tak punya kesempatan menatap langsung matahari secara lama atau tanpa kacamata gerhana.

”Gunakan penapis sinar matahari agar aman menyaksikan gerhana,” kata Moedji.

Selain untuk pengamatan langsung, penapis cahaya berupa filter yang mampu menyaring sinar matahari hingga tampak seperti bulan purnama itu juga diperlukan untuk mereka yang mengamati gerhana melalui teleskop atau binokuler.

Jika tidak ada penapis cahaya, pengamatan gerhana dengan sistem proyeksi, baik melalui kotak lubang jarum, proyeksi teropong, hingga bayangan di bawah pohon lebih dianjurkan. Penggunaan film kamera analog, foto rontgen, atau kacamata hitam kurang mampu menapis cahaya matahari.

Oleh M ZAID WAHYUDI

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 24 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB