Baru saja kita membahas generasi Y atau milenial, kini kita menemui generasi baru lagi, yaitu generasi Z atau gen Z. Mereka adalah anak muda yang lahir mulai tahun 2000. Generasi baru ini akan bersiap memasuki pasar tenaga kerja. Setidaknya mereka yang berpendidikan sekolah menengah kejuruan akan memasuki pasar tenaga kerja tahun ini. Mereka sangat berbeda dengan kaum milenial.
Banyak perbedaan pendapat mengenai kategori gen Z. Akan tetapi, kita ambil salah satu kategori saja, yaitu mereka yang lahir mulai tahun 2000. Alasannya, satu generasi biasanya berumur 20 tahun. Nah, jika kategori milenial adalah mereka yang lahir tahun 1980, gen Z adalah mereka yang lahir 20 tahun sesudahnya. Pendapat lain menyebutkan, gen Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1996 dan 2010. Generasi ini sangat melek internet. Untuk konteks Indonesia, dengan melihat perkembangan internet saat itu, sepertinya kategori gen Z lebih cocok untuk mereka yang lahir mulai tahun 2000. Sebelum tahun itu penetrasi internet relatif masih kecil.
Gen Z ini memiliki beberapa penyebutan seperti Post-Millennials, The iGeneration, Founders, Plurals, dan The Homeland Generation. Daripada memperdebatkan kategori, sebenarnya lebih menarik jika kita membahas ciri-ciri gen Z dan memperkirakan dampak apa yang akan mereka bawa ke pasar tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jejak digital
Gen Z lahir ketika internet sudah dikenal dan berkembang pesat. Sejak lahir, mereka cenderung akrab dengan berbagai alat-alat berbasis teknologi digital. Boleh dibilang mereka adalah generasi pertama era digital. Sejak lahir, sebagian besar dari mereka juga telah mempunyai jejak digital. Untuk berkomunikasi, mereka tidak hanya menggunakan perangkat konvensional, seperti telepon. Sejak masa kanak-kanak pun mereka telah mengenal media sosial.
Dengan berbagai kemudahan itu, gen Z terbiasa untuk melakukan beberapa kegiatan sekaligus dalam waktu yang sama. Misalnya, menelepon sambil mengerjakan aktivitas lain. Berdasarkan standar generasi sebelumnya, perilaku ini mungkin bisa menyinggung dan dianggap tidak sopan. Akan tetapi, sisi baiknya, mereka memiliki ambisi untuk mengerjakan beberapa tugas dan berkarier di beberapa bidang.
Di dalam dunia tenaga kerja, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Dalam sebuah artikel di The Huffington Post disebutkan bahwa mereka kurang fokus. Sudah tentu keadaan itu akan memunculkan masalah. Generasi sebelumnya tentu akan berpandangan gen Z tidak serius dalam bekerja, kurang konsentrasi, mudah beralih perhatian, dan lain-lain. Padahal, menurut kacamata gen Z, mereka berpikir untuk selalu memperbarui informasi. Mereka memproses informasi lebih cepat dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Otomatis, perhatian kerap kali teralih.
Ciri lainnya adalah mereka lebih plural dan lebih mudah menerima keragaman dibandingkan generasi sebelumnya. Survei yang dilakukan Business Insider memperlihatkan sebanyak 81 persen gen Z memiliki teman dengan latar belakang berbagai suku. Mereka lahir pada era di mana penghormatan dan penerimaan terhadap orang lain lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Di Amerika Serikat, lembaga sensus negeri itu telah menyebutkan bahwa pada 2020 akan terjadi pasar tenaga kerja yang lebih plural dibandingkan sebelumnya.
Gen Z juga disebutkan lebih independen dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka sangat menghargai privasi dan butuh untuk selalu terhubung. Mereka juga ingin bergerak cepat. Ketika memasuki dunia kerja, gesekan antargenerasi berpotensi terjadi. Perbedaan pandangan bakal melebar dan sangat mungkin memunculkan keresahan.
Keadaan ini diakui akan memengaruhi kultur perusahaan seperti yang dialami ketika generasi milenial memasuki pasar kerja. Melihat karakter di atas, pilihan mereka untuk menjadi tenaga lepas (freelancer) bakal membesar. Hal ini akan berdampak pada mengecilnya minat mereka untuk bekerja formal. Gen Z yang independen akan lebih memilih bekerja di rumah atau di kafe dengan beban pekerjaan yang jelas dibandingkan bekerja formal pada jam kerja tertentu.
Meski demikian, keadaan ini tak perlu dicemaskan oleh eksekutif perusahaan. Perusahaan hanya perlu mengombinasikan antara tim internal dan mereka yang memilih bekerja lepas, ketika harus menyelesaikan berbagai pekerjaan. Keuntungan bagi perusahaan adalah mereka mendapat perspektif baru dalam menyelesaikan berbagai masalah. Perusahaan pun perlu mulai memiliki bagian yang mampu berbelanja tenaga lepas dengan berbagai keahlian.
Tantangannya, perusahaan harus mengubah cara berkomunikasi agar tim internal dan tim dari luar atau tenaga lepas itu bisa bekerja secara maksimal. Untuk itu, perusahaan perlu membangun saluran komunikasi, panduan bekerja, dan kebijakan agar mereka bisa bersinergi tanpa menimbulkan masalah atau konflik. (ANDREAS MARYOTO)
Sumber: Kompas, 4 Januari 2018