Sekolah Swasta Murah Tumpuan Siswa Miskin

- Editor

Kamis, 19 Oktober 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kehadiran sekolah swasta berbiaya rendah menjadi tumpuan keluarga miskin untuk mengakses pendidikan. Sebab, tidak semua anak miskin dapat ditanggung di sekolah milik pemerintah yang diklaim gratis. Biaya terjangkau yang disertai dengan adanya kualitas pendidikan yang baik menjadi alternatif bagi mereka yang sulit mengakses pendidikan di sekolah negeri.

Berdasarkan hasil penelitian dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), jumlah sekolah swasta di Indonesia adalah 35 persen dari total jumlah sekolah secara keseluruhan. Di sejumlah daerah, jumlah sekolah swasta bahkan lebih banyak dari sekolah negeri.

Persoalan ini mengemuka dalam acara peluncuran hasil riset dan diskusi umum bertajuk ”Penyediaan Akses terhadap Pendidikan berkualitas Melalui Sekolah Swasta Berbiaya Rendah”, di Jakarta, Rabu (18/10). Penelitian dilakukan tim CIPS di wilayah Jakarta Utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Koordinator tim penelitian CIPS, T Sila Wikaningtyas, mengatakan, di Kecamatan Koja, Jakarta Utara, wilayah yang terbilang miskin, terdapat 86 sekolah swasta dan 77 sekolah negeri. Sebanyak 51 dari 86 sekolah swasta tersebut merupakan sekolah swasta berbiaya rendah.

Sila menjelaskan, sebuah sekolah swasta dianggap berbiaya rendah apabila uang sekolah bulanannya sama dengan atau lebih rendah dari Rp 300.000. Angka ini kurang dari 10 persen dari upah minimum provinsi (UMP) bulanan di DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp 3.355.750.

KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Center for Indonesian Policy Studies menggelar diskusi soal sekolah swasta berbiaya rendah, di Jakarta, Rabu (18/10). Dari riset CIPS, sekolah swasta berbiaya rendah menjadi tumpuan keluarga miskin untuk mengakses sekolah, tetapi dukungan pemerintah masih minim.

Siswa dari keluarga tidak mampu tetap dipungut biaya, ujar Sila, karena sekolah membutuhkan dana untuk perawatan atau rehabilitasi bangunan, seragam, buku pelajaran, dan aktivitas ekstrakurikuler, seperti karyawisata sekolah. Namun, biaya ini juga bisa digunakan untuk menanggung investasi baru, seperti tambahan sarana dan prasarana sekolah.

”Tidak semua sekolah swasta berbiaya rendah tidak berkualitas. Meskipun dana minim, komitmen dari pimpinan sekolah yang kuat mampu menghadirkan pendidikan berbiaya rendah bagi anak-anak miskin yang cukup berkualitas,” tutur Sila.

Menurut Sila, pemerintah belum memberikan dukungan terhadap kehadiran sekolah swasta berbiaya rendah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peraturan-peraturan yang menghambat pertumbuhan sekolah ini. Saat ini sudah semakin sulit untuk menghadirkan sekolah swasta berbiaya rendah karena aturan membangun sekolah yang semakin ketat.

Direktur Utama CIPS Rainer Heufers mengatakan, pendidikan bukan hanya butuh komitmen dari pemerintah. Inisiatif masyarakat atau pihak swasta juga dibutuhkan.

”Ada banyak sekolah swasta yang mahal dan bagus. Namun, ada juga sekolah swasta berbiaya rendah yang dibutuhkan siswa miskin. Pemerintah dan kita perlu mendukung supaya sekolah swasta yang melayani siswa miskin ini bisa terus ada dan meningkat mutunya,” kata Heufers.–ESTER LINCE NAPITUPULU

Sumber: Kompas, 18 Oktober 2017

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB