Sadar Bencana di Tanah Bahaya

- Editor

Senin, 6 Mei 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tarmin (51) mengangkat kayu bakar di Kampung Adat Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu pagi (1/5/2019).

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Tarmin (51) mengangkat kayu bakar di Kampung Adat Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu pagi (1/5/2019). KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Kicau burung seiring langkah Tarmin (51) menuju kebun di Kampung Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu (1/5/2019). Jalanan menanjak. Angin bertiup pelan.Kampung Cireundeu ada di lembah. Masyarakat tinggal dan berkebun di lereng.

Di lahan miring, kebun singkong dibuat terasering. Warga menanam pohon keras, seperti sengon, muncang, avokad, nangka, dan rambutan. Sebagian besar pohon ditanam di ujung lereng.

Tarmin (51) mengangkat kayu bakar di Kampung Adat Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu pagi (1/5/2019).
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA–Tarmin (51) mengangkat kayu bakar di Kampung Adat Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu pagi (1/5/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pola tanam itu turun-temurun. ”Dari dulu begitu. Selalu ada lahan disisakan untuk pohon agar tidak rawan longsor,” ujar Tarmin. Ia menanam singkong di lahan 2.800 meter persegi. Singkong makanan pokok warga adat Cireundeu.

Selain dikonsumsi sendiri, singkong juga diolah menjadi beras singkong, keripik, peuyeum (tape), dan aci atau tapioka. Makanan olahan itu menjadi oleh-oleh bagi pengunjung. Setiap panen tiga bulanan, Tarmin dapat sekitar Rp 2 juta dari kebunnya. Itu cukup untuk pendidikan kedua anaknya hingga kuliah.

Di kampung itu, warga dibolehkan memanen kayu. Pohon-pohon ditebang saat berumur 5-6 tahun, tetapi tak ditebang sekaligus agar penahan tanah tidak hilang.

Sengon dipilih di antaranya karena tak mati seusai dipanen. Tunas baru akan muncul. ”Akarnya tetap menahan air dan tanah. Pohon nangka, avokad, dan rambutan hanya diambil buahnya,” ujarnya.

Tarmin tahu hasil panennya meningkat jika semua kebun ditanami singkong. Namun, ia pilih hidup cukup daripada berlebih, tapi cemas karena tanah rentan longsor. Kampung Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Jaraknya 14 kilometer dari pusat Kota Bandung.

Dari kebun Tarmin terlihat jelas hamparan kebun pisang di kaki bukit. Kebun itu bekas longsoran sampah dari Tempat Pembuangan Akhir Leuwigajah, Februari 2005. Lebih dari 150 orang tewas. Banyak bencana terkait cuaca (hidrometeorologi) sepanjang 2019, termasuk di Cimahi. Jumat (26/4), tebing setinggi 30 meter di Kelurahan Citeureup, Cimahi Utara, longsor. Dua orang tewas.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 1.586 kejadian bencana pada Januari-April 2019. Sebesar 98 persennya banjir, banjir bandang, longsor, dan puting beliung. Sisanya bencana geologis.

Zonasi
Meningkatnya kejadian bencana membuat Tarmin lebih waspada. Setiap ke kebun, ia selalu memantau kondisi tebing di sekitarnya. Ia tak sembarangan menebang, terutama di musim hujan. Hanya pohon mati ditebang untuk kayu bakar.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA–Tarmin (51) mencari kayu bakar di Kampung Adat Cireundeu, Kota Cimahi, Jawa Barat, Rabu pagi (1/5/2019).

Seperti umumnya kampung adat di Jabar, Kampung Cireundeu membagi tiga zonasi lahan: zona leuweung larangan (hutan terlarang), leuweung tutupan (hutan reboisasi), dan leuweung baladahan (lahan pertanian).

Sesepuh Kampung Cireundeu, Emen Sunarya (83), mengatakan, ketiga zona itu punya fungsi menjaga keseimbangan alam. Leuweung larangan jadi sumber air. Pohonnya tidak boleh ditebang. Lokasinya di Puncak Salam. Leuweung tutupan adalah hutan yang kelestariannya dijaga. Pohonnya boleh ditebang, tapi harus ditanam pohon baru sebagai pengganti.

Leuweung baladahan adalah kawasan bercocok tanam dan permukiman. Warga adat Cireundeu terdiri atas sekitar 60 rumah tangga. Kebun-kebun di kampung itu tak berbatas langsung dengan permukiman. Ada jarak sekitar 200 meter untuk kandang ternak dan pepohonan.

Itu mengantisipasi longsor. ”Memang belum pernah longsor besar. Namun, harus tetap diantisipasi,” ujar Emen. Menurut dia, pembagian zona jadi benteng bagi kampung agar terhindar dari bencana. Warga adat wajib menaati. ”Ini juga cara bersahabat dengan alam. Sebab, selain manusia, juga ada makhluk lain di alam ini. Jadi, manusia tidak boleh seenaknya,” ujarnya.

Warga adat Kampung Cireundeu menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Sejak 1924, warga menjadikan singkong makanan pokok. Mayoritas warga tidak memakan nasi. Kebiasaan mengonsumsi singkong mendukung ketahanan lingkungan. Kebun singkong tidak perlu genangan air seperti sawah yang kerap memicu longsor di lahan miring.

”Mungkin para leluhur sudah mempertimbangkan itu. Sebab, tinggal di lahan berbukit juga butuh cara bercocok tanam yang tepat,” ujar Emen. Kini, ketenangan Kampung Cireundeu terusik. Februari lalu, air bercampur lumpur masuk kampung. Ada perumahan dibangun di atas kampung.

Kearifan lokal
Kepala Subbidang Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Sumaryono mengatakan, kearifan lokal jadi salah satu mitigasi bencana di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, aturan adat perlu dijaga sebagai cara hidup berdampingan dengan alam.

”Hampir setiap daerah punya kearifan lokal mengantisipasi bencana. Namun, terkadang terbentur kebutuhan ekonomi,” ujarnya. Di Kampung Cireundeu, warga adat tetap memegang falsafah leluhur. Masyarakat berdaya memenuhi kebutuhan hidup tanpa harus mengeksploitasi alam berlebihan.

Kesadaran pada risiko bencana bisa dilatih. Kampung Yongsu Desoyo, Distrik Ravenirara, Jayapura, Papua, contohnya. Semua warga, 348 orang dari 90 keluarga, selamat dari banjir, 16 Maret 2019.

Mereka selamat setelah kepala kampung, Markus, memerintahkan evakuasi warga ke sebuah gereja di bukit, malam sebelum banjir bandang tiba dini hari. Evakuasi dilakukan setelah sejumlah pemuda terlatih mitigasi bencana dari BPBD Jayapura mendeteksi risiko bencana di Kali Yongsu.

Di empat distrik di Jayapura, bencana dari Pegunungan Cycloop itu menewaskan 106 orang serta menyebabkan 17 warga hilang dan ribuan orang mengungsi. Anomali dan cuaca ekstrem sudah dan akan terus terjadi. Sepanjang manusia tahu diri dan menjaga lingkungan, jatuh korban bisa dihindari. (TATANG MULYANA SINAGA/FABIO LOPES COSTA)

Sumber: Kompas, 6 Mei 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya
Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri
PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen
7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya
Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK
Red Walet Majukan Aeromodelling dan Dunia Kedirgantaraan Indonesia
Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu
Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 07:30 WIB

Metode Sainte Lague, Cara Hitung Kursi Pileg Pemilu 2024 dan Ilustrasinya

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:23 WIB

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:17 WIB

PT INKA Fokus pada Kereta Api Teknologi Smart Green, Mesin Bertenaga Air Hidrogen

Rabu, 7 Februari 2024 - 14:09 WIB

7 Sesar Aktif di Jawa Barat: Nama, Lokasi, dan Sejarah Kegempaannya

Rabu, 7 Februari 2024 - 13:56 WIB

Anak Non SMA Jangan Kecil Hati, Ini 7 Jalur Masuk UGM Khusus Lulusan SMK

Minggu, 24 Desember 2023 - 15:27 WIB

Penerima Nobel Fisika sepanjang waktu

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Berita Terbaru

US-POLITICS-TRUMP

Berita

Jack Ma Ditendang dari Perusahaannya Sendiri

Rabu, 7 Feb 2024 - 14:23 WIB