Riset Dekomposisi Sel Berbuah Nobel

- Editor

Rabu, 5 Oktober 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Peneliti Jepang kembali meraih Hadiah Nobel Kedokteran. Kali ini, giliran Yoshinori Ohsumi, yang menemukan mekanisme autophagy

Yoshinori Ohsumi, ahli biologi seluler asal Jepang, masih di laboratorium saat menerima telepon dari Komite Nobel di Stockholm, Swedia, Senin lalu. Komite tersebut menobatkan Ohsumi sebagai penerima Hadiah Nobel Kedokteran. “Saya kaget,” ujar profesor di Tokyo Institute of Techno logy itu.

Ohsumi diganjar Nobel berkat temuannya tentang mekanisme autophagy alias proses “memakan diri sendiri” pada sel tubuh manusia. Ini meru pakan proses normal yang dilakukan sel untuk menghancurkan komponen sendiri. Proses itu dengan cepat menyediakan bahan pembentukan energi dan material untuk membangun komponen sel baru.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

b8342f4cfb5f4b7eaf94ed843e3c72e7Ohsumi menjadi orang Jepang ke-25 yang mendapatkan Hadiah Nobel dan ilmuwan Jepang keempat penerima Hadiah Nobel bidang kedokteran. “Dia layak mendapatkannya,” kata David Rubinsztein, profesor neurogenetika mo lekular dari Cambridge University, yang juga meneliti autophagy. “Banyak peneliti memberikan kontribusi besar di bidang kedokteran, tapi saya sangat senang Ohsumi menjadi pemenang tunggal.”

Tahun lalu, Hadiah Nobel bidang kedokteran juga diberikan kepada ilmuwan Jepang, Satoshi Omura. Bersama ahli pa rasitologi Amerika Serikat, William Campbell, ia menemukan avermentin un tuk mengobati infeksi cacing gelang. Mereka berbagi hadiah Nobel itu bersama
ilmuwan Cina, Tu Youyou, yang menemukan Arte misinin, obat untuk meng atasi penyakit malaria.

Konsep mekanisme autopaghy sudah diketahui sejak 1960-an. Ketika itu, para peneliti pertama kali mengobservasi bagian khusus sel yang bisa menghancurkan komponen mereka sendiri dengan membungkusnya dalam membran dan mengirimnya ke pusat daur ulang sel.

Adalah Christian de Duve, ilmuwan Belgia dan penemu lysosome—ruang dalam sel sebagai tempat degradasi—yang mencetuskan istilah autophagy. De Duve pun diganjar dengan Hadiah Nobel pada 1974 berkat karyanya tentang lysosome.

Sepanjang kariernya, Ohsumi sudah meneliti banyak hal, tapi baru berkonsentrasi pada sistem pembuangan dalam sel ketika menjalankan laboratoriumnya sendiri pada 1988. Kala itu, tema riset yang dipilih tidak populer lantaran ia hanya ingin mencoba sesuatu yang berbeda.

authopahgyOhsumi berkonsentrasi pada degradasi protein di vacuole, kompartemen alias organelle yang berfungsi mirip lysosome dalam tubuh manusia. Ia menggunakan sel ragi dalam risetnya karena lebih mudah dipelajari. Sel ragi juga kerap dipakai sebagai model untuk meneliti sel
manusia.

Pada awal 1990-an, Ohsumi berhasil mengidentifikasi sekelompok gen yang mengontrol autophagy. Ilmuwan kelahiran Fukuoka 71 tahun lalu itu juga menemukan mekanisme serupa yang berlangsung dalam tubuh manusia.

Komite Nobel, dalam keterangan tertulis, menyatakan penemuan Ohsumi membawa paradigma baru tentang bagaimana sel mendaur ulang komponen
mereka. “Temuannya membuka pemahaman tentang kinerja autophagy dalam berbagai proses fisiologi, seperti adaptasi terhadap rasa lapar atau infeksi.”

Mekanisme autophagy mempengaruhi respons sel terhadap beragam bentuk stres. Setelah tubuh terinfeksi, proses autophagy bisa menghancurkan bakteri dan virus penyerang sel. Autophagy berperan besar dalam perkembangan embrio dan pembedaan fungsi sel. Karya Ohsumi membantu menjelaskan apa yang terjadi saat tubuh diserang penyakit dari kanker hingga parkinson.

Sel menggunakan autophagy untuk meng hancurkan protein dan memakai organelle pengendali untuk melawan dampak negatif penuaan yang rusak. Menurut Ohsumi, tubuh manusia selalu mengulang proses dekomposisi mandiri alias kanibalisme. Meski demikian, ada keseimbangan yang baik antara pembentukan sel baru dan dekomposisi. “Inilah hidup yang sebenarnya,” katanya.

Mekanisme autophagy yang terganggu dihubungkan dengan munculnya kanker. “Proses autophagy yang tersendat berhubungan dengan penyakit
parkinson, diabetes tipe 2, dan kelainan lain di usia tua,” demikian pernyataan Nobel Foundation tentang peran autophagy bagi manusia. “Mutasi dalam gen yang mengontrol autophagy juga menyebabkan penyakit genetik.”

Gabriel Wahyu Titiyoga
yoga@tempo.co.id

? NOBELPRIZE.ORG | THE GUARDIAN | THE JAPAN TIMES | GABRIEL WAHYU TITIYOGA

Sumber: Koran Tempo, 5 Oktober 2016

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 20 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB