Hentikan Penggunaan Pestisida Sementara Waktu
Resistensi wereng batang coklat terhadap insektisida terus meningkat sebab perilaku petani tidak berubah karena kebijakan pemerintah dan ketidaktahuan petani. Padahal, menguatnya resistensi dan rantai pembiakan dapat dihambat dengan perilaku tertentu.
Hal itu terungkap dalam forum diskusi kelompok dan peluncuran Reaksi Cepat Wereng Coklat Institut Pertanian Bogor (IPB), Selasa (13/6), di Bogor., Jawa Barat. Kegiatan itu sebagai rangkaian dari program pengiriman mahasiswa IPB ke lapangan selama liburan sekitar dua pekan mendatang.
Hadir dalam acara itu ahli serangga dari Departemen Perlindungan Tanaman Pangan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Andi Trisyono, dan dosen Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, Hermanu Triwidodo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Andi, di tingkat populasi, resistensi wereng batang coklat (WBC) atau Nilaparvata lugens meningkat karena pergeseran populasi. Semula, WBC didominasi individu peka, akibat dibasmi dengan pestisida, tinggal populasi resisten yang bertahan. “Akhirnya populasi didominasi individu yang dominan.”
Pada tataran individu, kemampuan resistensi seekor wereng bisa karena metabolismenya berubah. “Dia memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mendegradasi pestisida yang masuk dalam tubuhnya. Pestisida didegradasi menjadi senyawa tidak bersifat racun (toksik),” ujar Andi.
Dia mengatakan, terjadi mutasi dari waktu ke waktu sehingga resistensi semakin tinggi. Cara memutus peningkatan populasi WBC yang resisten bisa dilakukan dengan menghentikan penggunaan pestisida atau menekan penggunaan pestisida.
“Kalau penggunaan pestisida kita hentikan, resistensi turun lagi, kembali seperti dulu perimbangan populasinya. Teorinya, jika pestisida tidak digunakan, individu yang tidak resisten berkembang dan yang resisten menurun jumlahnya,” ujar Andi.
Ancaman gagal panen
Dari testimoni sejumlah petani yang hadir pada forum itu terungkap, saat ini terjadi serangan WBC secara luas dan masif. Menurut Hermanu, kejadian serangan WBC tidak hanya di pusat-pusat padi di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur, tetapi juga di luar Jawa, yaitu di Sumatera bagian selatan. Panen padi pada awal tahun depan dari masa tanam Agustus-September terancam gagal.
“Serangannya sekarang luas dan masif, satu hamparan bisa hampir semua memerah terkena virus kerdil hampa yang ditularkan wereng coklat. Jika tidak segera ditangani, lima kecamatan di Klaten tidak akan panen,” katanya.
Wardiyono, petani dari Klaten, Jateng, mengatakan, wereng sekarang berbeda. Wereng ada di tempat yang kering, padahal biasanya wereng biasa menyukai tempat yang basah dan lembab.
Petani dari Nganjuk, Jatim, Saiku, mengatakan, hama wereng selalu terjadi dan berulang. Karena itu, kata dia, “Sebaiknya yang dilakukan adalah antisipasi, jangan penanggulangan.”
Kondisi di lapangan, penggunaan pestisida tidak terkendali karena keinginan membasmi hama. Petani, kata Hermanu, menggunakan pestisida yang tidak diizinkan, yang seharusnya diperuntukkan bagi tanaman nonpadi. Terungkap dalam forum itu, petani, jika menghadapi masalah, bertanya kepada pemilik kios. Pemilik kios memberikan pestisida berdasarkan bonus dari produsen pestisida.
Hermanu mengatakan, 70 persen petani menggunakan pestisida yang salah. Ada 57 pestisida yang dilarang digunakan pada tanaman padi. Penanggulangan serangan WBC antara lain bisa dilakukan dengan menghentikan penggunaan pestisida sementara waktu, tidak terus-menerus menanam varietas padi yang sama, dan menggunakan cendawan sebagai pembasmi hama WBC.
Andi menyarankan, “Seharusnya pemerintah menerapkan penyaringan pestisida apa saja yang bisa digunakan dengan pendekatan pestisida tersebut, paling minimal berdampak membunuh musuh alami hama.” (ISW)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2017, di halaman 12 dengan judul “Resistensi Wereng Coklat Terus Meningkat”.