Resistensi Wereng Coklat Terus Meningkat

- Editor

Senin, 15 Mei 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hentikan Penggunaan Pestisida Sementara Waktu
Resistensi wereng batang coklat terhadap insektisida terus meningkat sebab perilaku petani tidak berubah karena kebijakan pemerintah dan ketidaktahuan petani. Padahal, menguatnya resistensi dan rantai pembiakan dapat dihambat dengan perilaku tertentu.

Hal itu terungkap dalam forum diskusi kelompok dan peluncuran Reaksi Cepat Wereng Coklat Institut Pertanian Bogor (IPB), Selasa (13/6), di Bogor., Jawa Barat. Kegiatan itu sebagai rangkaian dari program pengiriman mahasiswa IPB ke lapangan selama liburan sekitar dua pekan mendatang.

Hadir dalam acara itu ahli serangga dari Departemen Perlindungan Tanaman Pangan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Andi Trisyono, dan dosen Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, Hermanu Triwidodo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Andi, di tingkat populasi, resistensi wereng batang coklat (WBC) atau Nilaparvata lugens meningkat karena pergeseran populasi. Semula, WBC didominasi individu peka, akibat dibasmi dengan pestisida, tinggal populasi resisten yang bertahan. “Akhirnya populasi didominasi individu yang dominan.”

Pada tataran individu, kemampuan resistensi seekor wereng bisa karena metabolismenya berubah. “Dia memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mendegradasi pestisida yang masuk dalam tubuhnya. Pestisida didegradasi menjadi senyawa tidak bersifat racun (toksik),” ujar Andi.

Dia mengatakan, terjadi mutasi dari waktu ke waktu sehingga resistensi semakin tinggi. Cara memutus peningkatan populasi WBC yang resisten bisa dilakukan dengan menghentikan penggunaan pestisida atau menekan penggunaan pestisida.

“Kalau penggunaan pestisida kita hentikan, resistensi turun lagi, kembali seperti dulu perimbangan populasinya. Teorinya, jika pestisida tidak digunakan, individu yang tidak resisten berkembang dan yang resisten menurun jumlahnya,” ujar Andi.

Ancaman gagal panen
Dari testimoni sejumlah petani yang hadir pada forum itu terungkap, saat ini terjadi serangan WBC secara luas dan masif. Menurut Hermanu, kejadian serangan WBC tidak hanya di pusat-pusat padi di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur, tetapi juga di luar Jawa, yaitu di Sumatera bagian selatan. Panen padi pada awal tahun depan dari masa tanam Agustus-September terancam gagal.

“Serangannya sekarang luas dan masif, satu hamparan bisa hampir semua memerah terkena virus kerdil hampa yang ditularkan wereng coklat. Jika tidak segera ditangani, lima kecamatan di Klaten tidak akan panen,” katanya.

Wardiyono, petani dari Klaten, Jateng, mengatakan, wereng sekarang berbeda. Wereng ada di tempat yang kering, padahal biasanya wereng biasa menyukai tempat yang basah dan lembab.

Petani dari Nganjuk, Jatim, Saiku, mengatakan, hama wereng selalu terjadi dan berulang. Karena itu, kata dia, “Sebaiknya yang dilakukan adalah antisipasi, jangan penanggulangan.”

Kondisi di lapangan, penggunaan pestisida tidak terkendali karena keinginan membasmi hama. Petani, kata Hermanu, menggunakan pestisida yang tidak diizinkan, yang seharusnya diperuntukkan bagi tanaman nonpadi. Terungkap dalam forum itu, petani, jika menghadapi masalah, bertanya kepada pemilik kios. Pemilik kios memberikan pestisida berdasarkan bonus dari produsen pestisida.

Hermanu mengatakan, 70 persen petani menggunakan pestisida yang salah. Ada 57 pestisida yang dilarang digunakan pada tanaman padi. Penanggulangan serangan WBC antara lain bisa dilakukan dengan menghentikan penggunaan pestisida sementara waktu, tidak terus-menerus menanam varietas padi yang sama, dan menggunakan cendawan sebagai pembasmi hama WBC.

Andi menyarankan, “Seharusnya pemerintah menerapkan penyaringan pestisida apa saja yang bisa digunakan dengan pendekatan pestisida tersebut, paling minimal berdampak membunuh musuh alami hama.” (ISW)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2017, di halaman 12 dengan judul “Resistensi Wereng Coklat Terus Meningkat”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB