Porsi Riset Masih Terbatas

- Editor

Rabu, 14 Februari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Riset-riset terkait penyakit infeksi berpotensi wabah di Indonesia masih terbatas. Padahal, riset itu bisa meningkatkan kemampuan pencegahan, deteksi, dan respons negara terhadap wabah penyakit.

Koordinator Asia Partnership on Emerging Infectious Disease Research Wiku Adisasmito menyatakan hal itu, Selasa (13/2), di Jakarta. Pernyataan itu menanggapi cetak biru prioritas riset dan pengembangan penyakit infeksi berpotensi wabah yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu.

Menurut Wiku, perhatian para peneliti Tanah Air belum banyak mengarah pada deteksi penyakit berpotensi wabah (emerging infectious disease/EID). Sebab, pendanaan riset dari pemerintah minim, padahal topik riset kesehatan yang harus digarap luas. Agenda riset pemerintah belum fokus pada deteksi EID.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Peneliti sulit meyakinkan pemerintah agar mendanai riset EID jika kasusnya belum di depan mata. Padahal, perlu riset agar kita bisa mencegah, mendeteksi, dan merespons jika ada wabah,” ujarnya, Selasa. Sumber dana riset EID umumnya dari luar negeri, tetapi tak banyak peneliti terbiasa berkolaborasi dalam riset internasional.

Pekan lalu, WHO meluncurkan cetak biru penyakit berpotensi wabah yang jadi prioritas riset. Contohnya, demam berdarah crimea-congo (CCHF), ebola, marburg, sindrom pernapasan timur tengah karena virus korona (MERS-CoV), sindrom pernapasan akut parah (SARS), dan zika.

Daftar penyakit itu didapat WHO lewat peranti khusus untuk menentukan penyakit jadi prioritas riset dalam konteks kedaruratan kesehatan masyarakat, tetapi riset terkait kurang. Daftar itu tidak menunjukkan penyakit apa yang akan muncul.

Sejumlah penyakit juga dipertimbangkan jadi prioritas oleh para ahli. Contohnya, demam berdarah arenaviral, chikungunya, penyakit karena enterovirus nonpolio (seperti EV71 dan D68), serta demam dengan sindrom trombositopenia (SFTS).

Prioritas riset
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, seiring mobilitas penduduk dan pesatnya teknologi transportasi, penyakit berpotensi wabah bisa muncul di mana saja. Setiap negara tak bisa mengabaikan wabah penyakit terjadi di negara lain.

Dengan sumber daya terbatas, ada prioritas riset yang digarap lembaga pemerintah. Penyakit dengan jumlah kasus banyak dan tingkat keparahan tinggi serta memicu kematian diutamakan. Penguasaan teknologi penting untuk deteksi penyakit yang berpotensi jadi wabah.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Siswanto menambahkan, sesuai aturan, ada 17 penyakit yang berpotensi jadi wabah, antara lain difteri dan chikungunya. Semua riset mengarah pada penyakit itu. (ADH)

Sumber: Kompas, 14 Februari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 2 Oktober 2025 - 16:30 WIB

Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB