Tim Indonesia memenangi sejumlah kategori pada The Global ICT Challenge for Youth with Disabilities 2018 di New Delhi, India, akhir pekan lalu. Raihan tersebut diharapkan menjadi inspirasi bagi para penyandang disabilitas lainnya untuk berprestasi di tengah segala keterbatasan.
Indonesia mengirim dua tim, masing-masing beranggotakan empat orang. Tim yang dikirimkan ialah tingkat SMA, penyandang tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Mereka didampingi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Indonesia.
Indonesia, melalui Fayza Putri Adila meraih Juara Umum sebagai Global IT Leader Award. Selain itu, Tim Indonesia 1 yang terdiri dari Bramudia Nur Alam, Fayza Putri Adila, Abdul Kahar, dan Muhammad Zain Nabhan, meraih juara pada kategori grup, dalam bidang eCreatives Challenge.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA–Bramudia Nur Alam (kanan) dan Keisa Fajar Putra Imanudin hadir untuk menceritakan pengalamannya mengikuti The Global ICT Challenge for Youth with Disabilities (GITC) 2018 di India, di kantor Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Semarang, Jawa Tengah, Selasa (13/11/2018). Alam merupakan anggota tim Indonesia 1 (empat orang) pada ajang itu, yang menjuarai bidang eCreatives Challenge.
Nur Alam (19) merupakan siswa perwakilan dari YPAC Semarang, bersama Keisa Fajar Putra Imanudin (15). Adapun Keisa tergabung dalam tim Indonesia 2. Pada Selasa (13/11/2018), Alam dan Keisa menceritakan pengalamannya kepada sejumlah siswa dan orangtua di YPAC Semarang.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA–Bramudia Nur Alam (kanan) dan Keisa Fajar Putra Imanudin menceritakan pengalamannya mengikuti The Global ICT Challenge for Youth with Disabilities (GITC) 2018 di India, di kantor Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Semarang, Jawa Tengah, Selasa (13/11/2018). Alam merupakan anggota tim Indonesia 1 (empat orang) pada ajang itu, yang menjuarai bidang eCreatives Challenge.
Ketua Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Semarang, Kastri Wahyuni, mengatakan, para siswa penyandang disabilitas perlu dicari kekuatan yang dimilikinya. “Kami terus tanamkan bahwa mereka itu bisa. Berapa pun nilai IQ-nya, harus bisa. Kami harap ini menginspirasi penyandang disabilitas lainnya,” ujar Kastri.
Alam mengatakan, dia dan tim menyusun konsep untuk Scratch, yang merupakan bahasa pemrograman visual, hingga menghasilkan gim. Menurutnya, kerja sama tim membuat pihaknya berhasil juara pada kategori eCreatives Challenge. Penilaian berdasarkan kreativitas, kecepatan, dan ketepatan koordinat.
Alam menambahkan, anak-anak penyandang disabilitas harus mengenal teknologi informatika (TI). “Mempelajari TI sekadar duduk pun bisa. Kita pasti bisa belajar dan terus mengembangkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Alam, banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa diambil dari ajang GITC 2018. “Kemarin, banyak orang-orang yang lebih menderita daripada saya, tetapi mereka bisa meraih hasil memuaskan, dengan perjuangan. Itu membuat saya bersyukur karena masih memiliki tangan dan kaki yang lengkap. Saya akan mengembangkan potensi saya,” ujarnya.
M Nurwanto, salah satu pendamping tim Indonesia di GITC, mengatakan, lomba tersebut total diikuti 94 peserta dari 24 negara. Karena itu, menjadi satu kebanggaan tim asal Indonesia bisa meraih prestasi di ajang internasional itu. “Kelebihan tim Indonesia 1, bisa membuat gim hingga level 3,” ujarnya.
Adapun GITC merupakan ajang internasional yang diselenggarakan Korean Society for Rehabilitation of Persons with Disabilities (KSRPD). Menurut Nurwanto, meski bersaing dengan perwakilan negara-negara lain, kekompakan berhasil membawa Tim Indonesia 1 juara.–ADITYA PUTRA PERDANA
Sumber: Kompas, 14 November 2018