Perguruan tinggi bisa menawarkan penyiapan sumber daya manusia dan riset dalam pengembangan teknologi menyambut revolusi industri 4.0. Berbagai inovasi teknologi yang dikembangkan perguruan tinggi itu mendukung kemandirian teknologi bangsa.
Wakil Dekan Bidang Kerja Sama, Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat dan Alumni Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Sugeng Sapto Surjono mengatakan hal itu di Yogyakarta, Selasa (27/11/2018). Dalam rangkaian Dies Pendidikan Teknik Ke-73 dan peresmian Honeywell-UGM Connected Laboratory, Fakultas Teknik UGM menggelar pameran inovasi teknologi Fakultas Teknik UGM, Selasa sampai Rabu ini.
Sugeng mengatakan, disrupsi teknologi terkait revolusi 4.0 menawarkan banyak inovasi. Itu tak seharusnya membuat bangsa Indonesia hanya jadi penikmat teknologi. ”Indonesia, melalui perguruan tinggi, harus menyajikan teknologi sesuai jati diri bangsa. Pengembangan teknologi untuk mendukung kemajuan bangsa sudah dilakukan perguruan tinggi. Hasil inovasi perguruan tinggi perlu disebarkan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Fakultas Teknik UGM menggelar pameran berbagai teknologi yqng sudah dikembangkan. Pameran dimulai pada Selasa (27/11/2018) hingga Rabu.
Indonesia, melalui perguruan tinggi, harus menyajikan teknologi sesuai jati diri bangsa. Pengembangan teknologi untuk mendukung kemajuan bangsa sudah dilakukan perguruan tinggi.
Tantangan dunia usaha
Sejauh ini, banyak inovasi teknologi yang dikembangkan untuk menjawab tantangan di masyarakat dan dunia usaha. Masalah sampah plastik, misalnya, dapat diatasi dengan teknologi mesin pencacah plastik. Mesin itu dapat digunakan pemulung atau di tempat pembuangan akhir sampah. Hasil dari plastik yang sudah dicacah dapat digunakan untuk bahan campuran aspal.
Di Yogyakarta yang masih banyak becak kayuh didorong untuk berubah menjadi becak listrik. Dengan menggunakan motor listrik dan baterai sedemikian rupa, becak dapat beroperasi seharian penuh dengan kecepatan hingga 35 km. Pengisian baterai berkisar empat jam.
Di bidang pengembangan mobil listrik, UGM mengembangkan riset yang melibatkan komunitas inovasi mahasiswa. Pengembangan mobil listrik dengan energi dari reaksi fisika dan kimia sebagai penggeraknya juga dikembangkan. Produk lain seperti 3D printing bisa diproduksi. Demikian pula sistem peringatan dini bencana.
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Dari kiri ke kanan,Corporate Communications PT Honeywell Indonesia Anton Susanto, Wakil Dekan Fakultas Teknik UGM Sugeng Sapto Surjono, Dosen Fakuktas Teknik UGM Eka Firmansyah.
Menurut Dosen Fakuktas Teknik UGM Eka Firmansyah, inovasi dari hasil riset memungkinkan lahirnya berbagai produk berbasis teknologi yang punya keunggulan. Lulusan dari Fakultas Teknik, utamanya dari jenjang magister dan doktor, seharusnya menghasilkan riset yang potensial dikembangkan lebih lanjut yang meningkatkan daya saing masyarakat dan industri.
“Kiprah perguruan tinggi untuk mengembangkan teknologi ini perlu dukungan. Dunia industri diharapkan bisa melirik dan memanfaatkan teknologi yang dikembangkan perguruqn tinggi dari hasil riset dan pengembangan. Selain itu butuh dukungan kebijakan yang berpihak dari pemerintah agar hasil riset dapat dimanfaatkan,” ujarnya.
Dukungan PT Honeywell untuk memberikan bantuan laboratorium teknologi yang dapat terhubung di tiga perguruan tinggi yang mendapat bantuan serupa, yakni UGM, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Indonesia (UI), bermanfaat untuk mendukung kesiapan PT menyambut revolusi 4.0. Perguruan tinggi akan mampu mendukung kebutuhan industri dengan berkolaborasi.
Sementara Corporate Communications PT Honeywell Indonesia, Anton Susanto, memaparkan, perusahaan teknologi dapat berkembang karena terus berinovasi. “Kami punya kebutuhan sumber daya manusia bidang teknik atau engineer yang besar. Kami butuh engineer yang mampu melahirkan inovasi unggul dalam mendukung produktivitas industri,” ujarnya.
Kolaborasi interdisiplin
Di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Kepala Biro Inovasi Riset Universitas Kristen Satya Wacana Deddy Susilo, kemarin, mengatakan, pada era revolusi industri 4.0, teknologi informasi, teknologi elektronika, fisika, biologi, dan kimia mendukung semua bidang ilmu, termasuk seni dan sosial.
Kolaborasi interdisiplin ilmu harus dilakukan agar tak tertinggal dalam persaingan melahirkan inovasi. ”Perpaduan interdisiplin ilmu harus sejalan,” ujarnya.
Deddy mencontohkan kerja sama antara Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Sains dan Matematika (FSM), serta Pusat Studi E-Sistem UKSW untuk mebuat alat peraga. Melalui kolaborasi itu, ilmu keguruan tak hanya lagi mengajar terpatok bahan ajar, tetapi ada animasi lebih interaktif.
Selain itu, ada kerja sama program studi kimia pada FSM dengan teknik elektro untuk menciptakan Mocavino (Modified Cassava Flour) atau tepung berbahan dasar singkong bebas gluten. Produk itu turut dipamerkan dalam Pameran Hasil Inovasi UKSW yang digelar 27-28 November 2018.
Deddy menambahkan, sebelumnya, dalam perlombaan inovasi, umumnya peserta hanya berasal dari bidang sains dan teknik. “Kini, topiknya sosial humaniora dan penyelesaian masalahnya dengan sains dan teknik. Dengan tren ini, kami mendorong mahasiswa berkreasi menciptakan inovasi,” katanya.
Di Biro Inovasi Riset UKSW, pihakya memilih riset-riset yang dilaksanakan, untuk dibuatkan produk dan dihilirisasi, termasuk survei pemasaran. Dalam mendiskusikan itu, tim terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan produk tersebut. Produk terus diuji hingga diterima masyarakat.
Sejak Juli 2018, UKSW juga memiliki Fakultas Interdisiplin, guna mewadahi sejumlah program studi interdisiplin. Adapun prodi yang tersedia yakni S1 Terapan (D4) Destinasi Pariwisata, S2 Studi Pembangunan, dan S3 Pembangunan. Ke depan, ada kemungkinan bergabung prodi interdisiplin lainnya.
Ketua Prodi Destinasi Pariwisata, Fakultas Interdisiplin UKSW, Aldi Lasso, mengemukakan, ke depan, tren pendidikan ialah perpaduan berbagai disiplin ilmu. “Berbicara akademis, tidak ada keilmuan yang berdiri sendiri. Pasti semua berdekatan. Di pertanian misalnya, ada agrobisnis dan agrowisata,” ujar Aldi.
Sementara itu, Dekan Fakultas Biologi UKSW, Lusiawati Dewi, mengatakan, mahasiswa saat ini dapat mengakses informasi seluas-luasnya dari berbagai sumber. Dalam perkuliahan, dia pun tidak terlalu banyak memberikan teori, karena semua dapat didapatkan dengan mesin pencari Google.
Namun, hal itu tak berlaku dalam mengasah keterampilan. “Harus praktik. Membuat produk apa pun, harus ada trial and error. Kami ajarkan dan terus membimbing mereka, dan diharapkan jadi wirausahawan muda. Kami kumpulkan 16 mahasiswa yang digodok kreativitasnya,” kata Lusiawati.
Adapun Lusiawati merupakan inovator tempe ikan, yakni inovasi dengan memberi nilai tambah protein dari ikan nila pada tempe. Diproses sejak 2015, tempe ikan (Tekan) mendapat paten pada 2018. Dia pun kini mengembangkan varian lainnya, yakni tempe kunyit (Tekun) dan tempe siput kunyit (Sikun).–ESTER LINCE NAPITUPULU DAN ADITYA PUTRA PERDANA
Sumber: Kompas, 28 November 2018