Upaya membuat pendidikan lebih baik dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi sudah dilakukan, tetapi belum menghasilkan mutu yang memadai. Karena itu, penguatan perguruan tinggi di Indonesia perlu terus dilakukan, termasuk dengan membuka izin bagi perguruan tinggi asing untuk beroperasi di Indonesia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan hal itu dalam Simposium Cendekia Kelas Dunia atau World Class Scholars yang digelar Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kamis (21/11), di Jakarta.
Menurut Wapres, saatnya universitas asing diberi kesempatan untuk berdiri di Indonesia selama ada kerja sama dengan perguruan tinggi (PT) di dalam negeri. ”Setiap tahun, kita memberikan beasiswa kuliah di luar negeri untuk ribuan orang. Apa tak lebih baik mengizinkan PT asing hadir di Indonesia? Agar kita mendapat standar, ilmu, dan pembelajaran yang baik,” kata Wapres.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Wapres, tak perlu ada kecurigaan kepada PT asing selama ada keterbukaan dan kerja sama dengan dalam negeri. ”Kita akan buka segera agar iptek kita dapat berkembang. Sebagai contoh, warga India dan China banyak memenuhi organisasi dunia menjadi CEO organisasi dan perusahaan besar. Untuk meningkatkan keilmuan di dalam negeri, kita butuh PT asing,” ujar Wapres.
Hingga saat ini, kata Wapres, belum ada universitas Indonesia yang masuk 100 besar dunia, masih di kisaran peringkat 300. Sementara Singapura dan Malaysia sudah berhasil tembus 100 besar dunia.
Peran diapora
”Kita juga butuh pengalaman dari diaspora Indonesia yang tahu standar dan benchmarking PT berkelas dunia agar kita tidak terus menjadi konsumen ilmu, tetapi juga pemberi ilmu,” kata Wapres.
Kalla menegaskan, suatu negara akan maju jika ada pertambahan nilai. Hal ni membutuhkan teknologi. Teknologi bisa dihasilkan karena pendidikan dan riset menopang.
Sementara itu, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir mengatakan, sejak akhir 2016, Kemristek dan Dikti memanggil ilmuwan diaspora Indonesia dari sejumlah negara lewat program Visiting World Class Professor. Namun, pada tahun ini diganti dengan World Class Scholars agar lebih bisa menjangkau diaspora di bidang akademik dan industri, termasuk pula pemimpin akademik dari PT ternama di luar negeri. ”Ada kerinduan diaspora untuk berbakti kepada bangsa. Hal ini baik sebagai potensi untuk merekatkan nasionalisme. Kehadiran ilmuwan diaspora dapat mendorong kolaborasi untuk membangun bangsa. Ada semangat untuk membangun iptek Indonesia,” kata Nasir.
Terkait pemberian izin kepada PT asing di Indonesia, Nasir mengatakan sudah ada rapat bersama dengan Wapres, Menteri Perdagangan, dan menteri terkait lainnya. Sudah ditetapkan bahwa PT asing bisa berinvestasi hingga 67 persen, dan sisanya oleh PT dalam negeri. (ELN/INA)
Sumber: Kompas, 22 Desember 2017