Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi kembali mengundang para ilmuwan diaspora Indonesia kembali ke Tanah Air dalam rangka Program World Class Scholars 2017. Puncak Program WCS 2017 ini diselenggarakan melalui Simposium Cendekia Kelas Dunia, di Jakarta, Kamis (20/12).
Simposium dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hadir pula Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir dan Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Ali Ghufron Mukti.
Di acara yang menghadirkan sebanyak 40 ilmuwan diaspora Indonesia dari 11 negara ini, hadir pula ratusan ilmuwan dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia, termasuk ilmuwan senior dan ilmuwan muda Indonesia yang tergabung dalam asosiasi ilmuwan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir dalam acara Simposium Cendekia Kelas Dunia yang digelar Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, di Jakarta, Kamis (20/12). Hadir dalam simposium ilmuwan diaspora Indonesia dan ilmuwan dalam negeri.
Simposium Cendekia Kelas Dunia mempresentasikan hasil kegiatan dan kolaborasi para diaspora dengan masing-masing mitra perguruan tinggi dan institusi riset di berbagai daerah. Sebelumnya, program serupa sudah dilakukan pada 2016, dengan mengusung tema ”Visiting World Class Professor” (WCP).
Wapres mengapresiasi ilmuwan diaspora Indonesia. Kalla sekaligus juga menantang mereka menghasilkan standar baru untuk memajukan pendidikan Indonesia agar sejajar dengan perguruan tinggi berkelas dunia.
”Saya berterima kasih kepada para diaspora yang tidak hanya memiliki kemampuan luas dan diakui di lingkup internasional, tetapi juga menjadi pengajar. Pendidikan di Indonesia membutuhkan pengalaman Anda untuk membuat standar baru sehingga kita tidak hanya menjadi konsumen pendidikan di luar negeri. Ke depan, dengan peran serta Anda semua, saya berharap Indonesia dapat memberikan ilmu,” papar Wapres.
Wapres mengatakan, Indonesia harus mampu menghasilkan lulusan yang mampu berpengaruh pada dunia, seperti menjadi CEO perusahaan-perusahaan besar. Saat ini, posisi ini banyak didominasi lulusan asal India dan China.
Nasir mengungkapkan, program ini menjadi salah satu terobosan Kemenristek dan Dikti untuk membangun kualitas manusia dan mendorong daya saing bangsa Indonesia.
”Perubahan nama program dari Visiting World Class Professor pada 2016 menjadi World Class Scholars di tahun 2017 dikarenakan dua hal. Pertama, tahun ini kami memiliki program yang sama, yakni World Class Professor, yang mengundang tidak hanya dikhususkan diaspora, tetapi juga seluruh academics leaders dari seluruh universitas terbaik dunia untuk hadir di perguruan tinggi di Indonesia. Kedua, kami ingin menjangkau publik yang lebih luas, tidak hanya publik dari akademisi kampus saja yang terlibat, tetapi juga para diaspora yang berasal dan berkarier di dunia industri,” tutur Nasir.–ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: 21 Desember 2017