Pengembangan karbon biru melalui tanaman mangrove diharapkan terus dilakukan untuk mitigasi bencana dan perubahan iklim. Namun, kerangka kerja mengenai karbon biru belum tersedia. Karena itu, dibutuhkan sinergi antarlembaga agar penyusunan kebijakan dan pengembangan instrumen karbon biru lebih efektif.
Karbon biru adalah karbon yang terserap, tersimpan, atau terlepas dari vegetasi dan sedimen ekosistem pesisir, yaitu ekosistem mangrove, padang lamun, dan rawa pasang surut. Stok karbon tinggi tersimpan di bawah tanah. Karbon biru memiliki potensi mengikat emisi karbon dalam jumlah besar.
Dengan area hutan bakau seluas 3,1 juta hektar, Indonesia memiliki 22 persen luas hutan mangrove dunia. Dari 3,1 juta hektar itu, sepertiganya berada di Papua. Penelitian Conservation International Indonesia, hutan mangrove di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, seluas 74.393 hektar mampu mengikat karbon sebesar 54.091.909 Mg C. Potensi penyerapan karbon sebesar 168.128 Mg C per tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Marine Program Director Conservation International Indonesia Victor Nikijuluw mengatakan, jumlah karbon yang diserap itu setara dengan total emisi karbon yang dihasilkan 19,7 juta kendaraan. “Jumlah kendaraan di Jakarta sekitar 16 juta unit. Satu kabupaten bisa mengompensasi jumlah karbon yang dihasilkan Jakarta,” katanya pada diskusi Kajian Blue Carbon di Papua Barat di Jakarta, Selasa (17/10).
Staf Ahli Menteri Bidang Sosio-Antropologi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Tukul Rameyo Adi mengatakan, kerangka kerja mengenai karbon biru belum tersedia meski telah banyak inisiatif dari LSM, akademisi, lembaga riset, ataupun pemerintah. Perlu dibuat pertemuan intens semua pihak terkait dengan konsep akademik, bisnis,pemerintah,komunitas, dan media untuk menyosialisasikan karbon biru.
Tukul mengatakan, sosialisasi dapat dimulai dari penekanan pada nilai manfaat hutan mangrove dalam segi ekonomi dan lingkungan, bukan hanya fokus untuk disertakan pada kontribusi nasional yang diniatkan (nationally determined contributions).
“Perlu dibentuk sebuah lembaga independen yang tidak di bawah naungan satu sektor khusus mengatasi perubahan iklim karena ini isu cross sectoral,” kata Tukul.
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Djati Witjaksana Hadi saat dihubungi mengatakan, karbon biru telah diusulkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada KLHK.
“Karbon biru merupakan upaya potensial dalam mendukung program penurunan emisi gas rumah kaca, ketahanan pangan, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Tetapi (karena) kompleksitas pengelolaan dan pelaksanaannya masih memerlukan peningkatan dalam kajian,” ujar Djati. (dd13)
Sumber: Kompas, 19 Oktober 2017