Importir Harus Tunjukkan Sertifikat SNI
Pengawasan produk impor ilegal di sektor jasa perdagangan sistem elektronik atau e-dagang masih lemah. Cukup banyak produk yang dijual melalui perdagangan sistem elektronik tidak sesuai ketentuan yang berlaku dan belum mendapat sertifikat dari kementerian terkait.
Ketua Asosiasi Importir Seluler Indonesia (AISI) Eko Nilam kepada Kompas, Minggu (1/11), mengatakan, ada beberapa produk ponsel yang belum mendapatkan sertifikat dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, tetapi sudah dijual dalam jaringan. Hal itu dapat merugikan importir yang mengimpor barang secara legal. “Konsumen juga dirugikan karena produk itu tidak dilindungi dengan jaminan purnajual,” katanya.
Eko mengingatkan, pengawasan perlu dilakukan di pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pintu masuk produk impor, termasuk produk impor ilegal. Melalui pelabuhan resmi, produk impor yang tidak memenuhi persyaratan juga kerap kali lolos. Pengawasan yang sama perlu diterapkan bagi produk-produk impor yang dibeli melalui transaksi elektronik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (BC) Harry Mulya mengatakan, Bea dan Cukai akan mengawasi setiap produk impor yang masuk Indonesia, termasuk produk impor yang dibeli melalui e-dagang, BC akan mengawasi saat barang tiba di bandara dan Kantor Pos Lalu Bea. “Kami akan meneliti apakah barang-barang impor itu termasuk barang yang dilarang atau komersial. Kalau termasuk barang yang dilarang, akan kami tahan. Jika barang komersial akan kami kenakan bea masuk dan pajak,” katanya.
BC, lanjut Harry, akan melihat kelengkapan syarat produk impor tersebut. Jika produk itu diwajibkan berstandar nasional Indonesia (SNI), importir harus menunjukkan sertifikat produk penggunaan tanda (SPPT) SNI. Jika tidak, BC akan menahan barang itu sampai importir bisa menunjukkan SPPT SNI.
Pedagang bingung
Di sisi lain, banyak pedagang yang bingung terhadap penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 72/2015 dan Nomor 73 Tahun 2015. Kedua Permendag mengatur pengawasan SNI dan kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia pada barang. Dalam Permendag No 72/2015 diatur pelaku usaha yang memperdagangkan barang wajib mengetahui identitas pemasok barang. Pedagang diharapkan memiliki fotokopi SPPT SNI dari pemasok, importir, atau produsen.
Sejumlah pedagang mempertanyakan apakah regulasi itu berlaku pada e-dagang. Denny, pedagang di ITC Roxy, menanyakan pembelian produk impor berjumlah sedikit yang akan diperjualbelikan lagi.
“Jika saya membeli 10 sepeda impor melalui e-dagang, apakah harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan?” tanya Denny.
Menurut Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kemendag Widodo, jika produk itu wajib SNI, seperti sepeda, berarti tetap harus dilengkapi dengan bukti produk itu ber-SNI, misalnya dengan salinan SPPT SNI. (HEN)
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 November 2015, di halaman 17 dengan judul “Pengawasan E-Dagang Lemah”.