Pelajar Tampilkan lnovasi yang Relevan dengan Kehidupan Sehari-hari
Minat siswa untuk meneliti tumbuh dan berkembang. Selain meningkat dari segi jumlah karya, topik-topik penelitiannya pun relevan dengan kehidupan nyata. Hal itu tecerrnin dari ajang Lomba Karya Ilmiah Remaja dan National Young Inventor Awards yang kembali dihelat tahun ini.
Kedua lomba riset yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu memasuki tahap final, Senin dan Selasa (27 9).
Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang menapak tahun ke-48 menjaring 52 finalis. Ketua Dewan Juri LKIR Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan, tahun ini, jumlah proposal LKIR yang masuk mencapai 3.203 buah, meningkat dari tahun lalu (2.041 , buah).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Adapun National Young Inventor Awards (NYIA) yang kali ini menginjak tahun ke-9 menjaring 29 penemuan siswa dari beberapa wilayah Indonesia. Untuk NYIA, sebanyak 868 penemuan yang diajukan.
”Ini membuktikan, minat penelitian generasi muda semakin berkembang,” ujar Tri kemarin, di Aula LIPI Jakarta Pusat. Temuan siswa tersebut menyedot perhatian pengunjung.
Inspirasi yang membumi
Para pelajar yang mengikuti ajang LKIR dan NYIA terinspirasi dari masalah sehari-hari. Misalnya, alat pencuci portabel yang dibuat Azy Ilham Sudibyo dan Tio Pidie Lesmana dari SMP Negeri 1 Subang, Jawa Barat.
”Awalnya, saya sering disuruh cuci piring oleh oragtua.Karena saya malas, saya taruh piring di ember penuh air, saya beri sabun, lalu diaduk. Ternyata, kekuatan putaran air bisa membuat piring jadi bersih,” urai Azy.
Azy dan Tio pun berupaya menciptakan alat cuci piring yang bergantung pada kekuatan putaran air itu. Untuk menciptakan pemutar, mereka menggunakan bekas serokan, sampah yang dihubungkan dengan laher (bearing) sepeda motor, tutup ember, dan potongan pipa untuk pegangan. ”Pokoknya, semua bahannya diambil dari sekitar rumah dan sekolah,” ujarnya
Adapun Fauzan Fadliansyah dan Muhammad Rahadi dari SMA Taruna Bakti, Bandung, menemukan bahan penahan laju korosi (pengaratan) pada perabotan berbahan logam. Bahan itu diraciknya dari ekstrak daun jambu biji, teh, dan mengkudu. Ekstrak daun dilarutkan dengan HCI sebanyak 13 mililiter, lalu dioleskan pada besi yang berkarat. Alhasil, dalam sembilan hari, proses korosi berhenti.
Tak mau kalah, Aan Aria Nanda Feriawan Tan, siswa SMA Negeri 1 Tarakan, Kalimantan Utara, menemukan pendeteksi gas karbon di udara. Feriawan mengatakan, pembuatan kotak bernama D-Box CC itu terinspirasi dari kabut yang melanda Tarakan pada November 2015.
Kala itu, konsentrasi CO dan C02 tinggi dan membahayakan kesehatan. Kedua gas itu tak berbau dan tak berwarna sehingga sulit dideteksi. ”Kami berinisiatif membuat detektor dengan bahan sederhana agar masyarakat awam dapat menghindar dari lokasi berkonsentrasi CO dan CO2 tinggi,” katanya.
Temuan itu mengantar Aan dan Feriawan menyabet medali emas dalam International Exhibition for Young Inventors di Tiongkok, Juli lalu. Mereka berhak maju ke IEYI di bawah binaan LIPI sebagai peserta tiga besar NYIA.
Lomba ini tak hanya berbasis sains, tetapi juga ilmu sosial dan kemanusiaan. Latifah Mar’atun Sholikhah (SMA Negeri 1 Teras, Boyolali), misalnya, meneliti sikap masyarakat terhadap anak dengan HIV/AIDS (ADHA) di Surakarta, Jawa Tengah. Mengacu pada 13 ADHA asuhan Yayasan Lentera, ia menyimpulkan, masyarakat belum paham tentang HIV dan AIDS sehingga mereka cenderung mengucilkan ADHA.
Jajaran dewan Juri, termasuk juri internasional Alan West dan Gerard Hughes, terkesan dengan inovasi dan etos peserta. Mereka menempuh perjalanan empat bulan, mulai dari pengiriman proposal, mentoring, hingga penyelesaian akhir. “Pertanda semangat tinggi untuk menjunjung ilmu pengetahuan,” kata Tri.
Director Education and society British Council Teresa Birks pun memberi apresiasi. (C01)
Sumber: Kompas, 27 September 2016