Pendidikan Tinggi Islam Masih Lambat Berkembang

- Editor

Jumat, 22 Januari 2016

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendidikan tinggi Islam di lingkup Kementerian Agama masih lambat berkembang. Bukan hanya disparitas antar-perguruan tinggi keagamaan Islam negeri dan swasta di sejumlah daerah yang masih tinggi yang menjadi tantangan berat pemerintah, melainkan juga angka partisipasi kasar perguruan tinggi Islam yang masih rendah, yakni 3,17 pada 2015. Targetnya, tahun ini angka partisipasi kasar bisa mencapai 3,80.

Hal tersebut dikemukakan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR, Kamis (21/1), di Jakarta. “Untuk menaikkan angka partisipasi kasar satu digit saja membutuhkan 400.000 mahasiswa,” ujarnya.

Dengan menaikkan target angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Islam itu berarti, lanjut Kamaruddin, otomatis jumlah dosennya pun harus ditambah. Untuk memenuhi kebutuhan dosen, akan diangkat dosen kontrak nonpegawai negeri sipil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Begitu pula dengan ketersediaan sarana prasarananya. Sementara daya tampung perguruan tinggi keagamaan Islam yang ada pun masih terbatas. Sampai saat ini, tercatat ada 689.116 mahasiswa di kampus negeri dan swasta. Terdapat 638 lembaga tinggi pendidikan keagamaan Islam dan 92 persen di antaranya berstatus swasta.

“Betapa masih banyak tantangan berat yang kami hadapi. Salah satu penyebab karena minimnya alokasi anggaran pendidikan tinggi di kami (Kementerian Agama)” kata Kamaruddin.

Dalam rapat dengar pendapat itu, para anggota Dewan mempertanyakan adanya perbedaan perlakuan antara pendidikan tinggi yang ada di Kementerian Agama dengan yang ada di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Itu dilihat, antara lain, dari perbedaan besaran alokasi anggaran. “Dari sisi anggaran saja sudah ada kesenjangan. Padahal, kedua kementerian ini sama- sama menangani pendidikan tinggi,” kata anggota Komisi VIII DPR, Maman Imanul Haq.

Beda perlakuan
Para anggota Dewan juga mempertanyakan perbedaan penanganan pendidikan tinggi sehingga berjalan sendiri-sendiri. Semestinya kementerian-kementerian yang mempunyai fungsi pendidikan bersinergi dan menyusun desain pendidikan bersama-sama. Harapannya, sumber daya manusia yang dihasilkan mempunyai standar kualifikasi sama. Pasalnya, saat ini, para anggota Dewan merasa setiap perguruan tinggi diatur dan ditangani dengan kebijakan berbeda.

Terkait hal itu, Direktur Jenderal Sumber Daya, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron menjelaskan, sebenarnya pihaknya aktif berkolaborasi dengan Kementerian Agama dalam beberapa hal, antara lain soal guru besar. Kebijakan mengenai guru besar, seperti pengangkatan dan jenjang kariernya, berada di wilayah tanggung jawab Kemristekdikti. Namun, biaya tunjangan profesi guru besar berasal dari alokasi anggaran Kemenag.

Kamaruddin melanjutkan, kedua kementerian selalu berkoordinasi mengenai program studi umum atau non-keagamaan Islam di perguruan tinggi. “Koordinasi jalan terus dan kami tidak jalan sendiri-sendiri,” ujarnya. (LUK)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Januari 2016, di halaman 11 dengan judul “Pendidikan Tinggi Islam Masih Lambat Berkembang”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Kamis, 10 Juli 2025 - 17:54 WIB

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB

Artikel

Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:54 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tamu dalam Dirimu

Kamis, 10 Jul 2025 - 17:09 WIB