Pencegahan Kunci Tekan Angka Kematian Ibu

- Editor

Jumat, 7 September 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Komitmen pemerintah dalam mengedukasi masyarakat, terutama perempuan pada berbagai jenjang umur, untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan perempuan, dinilai masih rendah. Padahal, pencegahan adalah investasi terbaik bagi pemenuhan target pembangunan berkelanjutan terkait kesehatan perempuan.

Meiwita Paulina Budiharsana menyampaikan hal itu, saat dilantik sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat pada hari Rabu (5/9/2018). Ia menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul “Pencegahan: Investasi Terbaik Kesehatan Perempuan”.

“Sejauh ini, langkah yang diambil pemerintah baru menyediakan sarana dan prasarana fisik seperti membangun puskesmas, klinik, dan menambah peralatan medis,” katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meiwita menjelaskan, penambahan fasilitas kesehatan dan obat-obatan terbukti tidak mampu menurunkan angka kelahiran ibu (AKI). Pada tahun 2007, jumlah AKI adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, tahun 2012 naik menjadi 359 per 100.000 kelahiran.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Guru Besar Tetap Ilmu Biostatistik dan Kependudukan UI Meiwita Paulina Budiharsana dan Guru Besar Tetap Bidang Teknik Perkapalan UI Sunaryo.

Kondisi itu terjadi karena intervensi pemerintah tak menyasar pada akar masalah yakni mengubah pola pikir masyarakat. Kematian ibu umumnya diakibatkan perdarahan, eklampsia, preeklampsia, gagalnya pencegahan dan penanganan infeksi, persalinan lama, serta aborsi dengan komplikasi karena tidak dilakukan petugas kesehatan yang legal.

“Semuanya berawal dari minimnya pencegahan kehamilan tidak diinginkan, pernikahan anak, dan pendidikan kesehatan reproduksi,” kata Meiwita. Tanpa adanya pendidikan kesehatan reproduksi, target menurunkan AKI menjadi 30 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2030 jadi impian belaka.

Pendanaan
Untuk itu, solusi untuk menekan angka kematian ibu ialah mengalokasikan dana pendidikan masyarakat terkait kesehatan masyarakat sama besarnya dengan penyediaan sarana dan prasarana. Pengetahuan kesehatan reproduksi perlu diberikan pada anak perempuan, remaja, dan dewasa. “Jangan menanti hingga perempuan itu menikah baru diberi pendidikan kesehatan reproduksi,” ujarnya.

“Langkah bersamaan ialah mendidik para penghulu, petugas kantor urusan agama, dinas kependudukan dan catatan sipil, serta para penegak hukum mengenai bahaya pernikahan anak,” kata Meiwita.

Pernikahan anak termasuk penyumbang terbesar AKI karena ibu-ibu yang hamil dan melahirkan di usia belum genap 18 tahun. Mereka berebut nutrisi dengan bayi yang dikandung dan mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan maupun persalinan.

Undang-Undang Pernikahan Anak menegaskan, pernikahan anak merupakan bentuk kekerasan terhadap anak. Namun, Undang-Undang Perkawinan membolehkan anak berusia 16 tahun ke bawah menikah dengan syarat izin orangtua. Meiwita mengkritisi pertentangan aturan itu sebagai contoh ketidakbijaksanaan pemerintah dalam koordinasi dan menetapkan komitmen.

“Perkembangan zaman memberi masyarakat kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Semestinya, kanal informasi menjadi lebih beragam dan menarik. Tentu bisa dikemas untuk setiap lapisan masyarakat,” kata Meiwita.

Poin-poin yang harus diketahui masyarakat ialah perkembangan fisik dan organ reproduksi, cara mencegah kehamilan tidak diinginkan, penyakit menular seksual, serta pemberdayaan pendidikan pembentukan keluarga berencana. “Penurunan AKI hanya bisa didapat melalui perempuan yang cerdas,” ucapnya.

Selain Meiwita, UI juga mengukuhkan Sunaryo sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Teknik Perkapalan. Ia menyampaikan pidato bertema “Industri Perkapalan Terintegrasi dengan Pendekatan Pembangunan Kapal Multi Galangan dan Penerapan Metode Modularisasi Konstruksi”.–LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 6 September 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 1 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB