Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyerahkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kepada Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. Itu diharapkan menjadi contoh bagi pemerintah daerah untuk transparan dan tidak ragu memberikan dokumen publik, termasuk dokumen amdal.
“Kami telah menyerahkan dokumen yang diminta Walhi,” kata Novrizal Thahar, Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Minggu (14/2), di Jakarta. Dokumen itu diserahkan kepada perwakilan Walhi, Jumat lalu.
Dokumen amdal merupakan dokumen publik. Sesuai perintah UU Keterbukaan Informasi Publik, pemerintah harus transparan dan memberikan informasi kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Secara terpisah, Manajer Kebijakan dan Pembelaan Hukum Walhi Muhnur Satyahaprabu mengatakan, dokumen Amdal Megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung telah mereka terima. Walhi akan mengkaji dokumen tersebut.
Walhi Jabar telah lebih dulu menyatakan penolakan terhadap pelaksanaan megaproyek kereta cepat. Selain faktor risiko bencana yang minim dipertimbangkan, proyek itu juga dinilai melanggar perundangan tata ruang dan tata cara pengajuan amdal serta terburu-buru atau tak lazim dalam proses izin lingkungan.
Kajian sementara Eknas Walhi, kata Muhnur, proyek yang diprediksi menelan biaya 5 miliar dollar AS (sekitar Rp 70 triliun) itu tak masuk dalam skema atau agenda rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Proyek itu juga tak masuk rencana induk perkeretaapian sesuai UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian.
Dari sisi tata ruang, Peraturan Presiden No 6/2016 (percepatan proyek kereta cepat) hanya memerintahkan tiga kabupaten/kota untuk penyesuaian tata ruang. Padahal, ada sembilan kabupaten/kota yang bakal dilintasi kereta cepat. (ICH)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Februari 2016, di halaman 13 dengan judul “Pemerintah Beri Dokumen Amdal ke Walhi”.