Pembahasan RUU Sistem Nasional Iptek Alot

- Editor

Kamis, 13 Desember 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Harapan untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (RUU Sisnas Iptek) sebelum Pemilu April 2019 sulit diwujudkan. RUU itu berpeluang disahkan pada akhir 2019, namun itu sulit mengingat Dewan Perwakilan Rakyat baru yang terbentuk pada Oktober masih fokus menyusun aturan dan kepengurusan baru.

RUU Sisnas Iptek diajukan pemerintah ke DPR pada tahun 2017. Salah satu hambatan pembahasan RUU tersebut adalah belum satunya suara pemerintah sebagai pengusul. Hal itu mengakibatkan banyak daftar inventarisasi masalah dalam RUU harus diperbaiki.

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Ledia Hanifa Amaliah dalam diskusi Menuju UU Sisnas Iptek yang Mendukung Kebijakan Berbasis Bukti, di Jakarta, Rabu (12/12/2018) mengatakan, pembahasan RUU Sisnas Iptek di DPR hingga kini masih seputar soal pendanaan riset. Isu kelembagaan riset belum tersentuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“DPR sepakat ada dana abadi riset,” katanya. Namun, pertanggungjawaban tidak bisa memakai mekanisme penganggaran APBN yang menggunakan logika proyek. Banyak riset harus dilakukan bertahun-tahun dan hasilnya belum tentu sesuai rencana awal.

KOMPAS/NINA SUSILO–Wakil Presiden Jusuf Kalla mengamati motor skuter listrik buatan Intitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yang bermerek Gesits dalam The 7th Indonesia EBTKE Conference and Exhibition 2018 di Jakarta, Rabu (29/8/2018).

Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satryo Soemantri Brodjonegoro menambahkan penyaluran dana riset ke peneliti seharusnya berbentuk hibah. Cara tersebut akan memberi keleluasaan bagi peneliti hingga hasil risetnya bisa lebih optimal.

Pola itu juga membuat peneliti tak perlu khawatir akan terjerat persoalan hukum jika hasil risetnya tidak sesuai perkiraan awal. Dalam riset, hasil yang berbeda tetap bernilai karena memberi pengetahuan baru.

“Jika ditemukan kecurangan penggunaan dana riset, peneliti cukup di-blacklist (masuk daftar hitam) hingga ke depan dia akan kesulitan mendanai risetnya,” katanya. Namun penilaian hasil itu harus diberikan oleh peneliti lain dalam bidang ilmu yang sama.

KOMPAS/RYAN RINALDY–Kendaraan merek nasional tipe KD 250 X buatan PT Fin Komodo Teknologi yang diproduksi di Cimahi, Jawa Barat. PT Fin Komodo Teknologi merupakan industri otomotif yang berbasis prinsipal, di mana perusahaan melakukan desain, rekayasa, perakitan, serta riset dan pengembangan.

Fokus
Saat ini, anggaran riset Indonesia baru sebesar 0,25 persen produk domestik bruto (PDB). Idealnya, anggaran riset yang mampu mendorong inovasi suatu negara sebesar 2 persen PDB. Dari jumlah yang kecil itu, hanya 30-40 persennya saja yang digunakan riset, sebagian besar justru untuk gaji dan operasional.

“Sebanyak 84 persen anggaran riset bersumber dari pemerintah,” kata Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati. Kondisi itu berkebalikan dengan negara-negara yang memiliki sistem riset dan inovasi yang baik yang sebagian besar anggarannya ditopang swasta.

Kecilnya anggaran riset membuat penggunaannya harus fokus. Karena itu, Ledia berharap riset yang didanai adalah riset yang mengacu pada Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045. Mekanisme itu bisa menjaga kesepakatan bersama tentang arah riset nasional yang sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2018.

“Kalau sudah ada RIRN, setiap kementerian dan lembaga harus menurunkan egonya dan mau saling bekerja sama,” katanya.

Konsistensi arah riset itu menjadi tantangan besar Indonesia. Selama ini, arah riset itu berubah saat pemerintahan berganti. “Posisi RIRN itu seharusnya bisa diperkuat dalam RUU Sisnas Iptek,” kata Deputi Bidang Pembangunan manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Subandi.

Sementara itu, meski belum dibahas DPR, pemerintah ingin memperkuat lembaga riset yang ada daripada membentuk lembaga baru yang belum tentu efisien dan mampu menyelesaikan persoalan yang ada.

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA–Seorang pelajar mencoba alat peraga Gyroextreme seusai peresmian Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Provinsi Sumatera Barat di Museum Adityawarman, Padang, Selasa (27/11/2018). Pengenalan sains dan teknologi sejak dini diharapkan bisa mendorong makin banyak generasi milenial yang tertarik menjadi peneliti.

Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah penyediaan dan regenerasi peneliti. Saat ini, rasio peneliti Indonesia baru 1.071 orang per sejuta penduduk. Pada 2045, jumlah itu diharap naik jadi 6.000 orang per sejuta penduduk. Itu adalah persoalan besar mengingat terbatasnya jumlah universitas di Indonesia yang punya budaya riset baik.

“Budaya peneliti perlu dibangun sedini mungkin hingga tercipta ekosistem riset,” kata Kepala Bido Kerja Sama Hukum dan Humas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nur Tri Aries dalam “Millenial Talks: Sains untuk Daya Saing Bangsa”.

Namun, upaya mendorong banyak peneliti saja tidak cukup jika peneliti tidak didukung dengan sarana riset memadai. Persoalan ini masih jadi keluhan banyak peneliti, seperti yang dialami penelti Pusat Oseanografi LIPI dan peraih LIPI Young Scientist Award 2018 Intan Suci Nurhati. “Pemerintah perlu membenahi infrastruktur riset hingga kualitas riset meningkat,” katanya. (MELATI MEWANGI)–M ZAID WAHYUDI

Sumber: Kompas, 13 Desember 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB