Pelestarian Keragaman Hayati Belum Jadi Arus Utama

- Editor

Jumat, 17 Januari 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kekayaan hayati di Indonesia seharusnya bisa menjadi fondasi ekonomi bangsa. Namun kebijakan pembangunan yang tidak berperspektif lingkungan dan berkelanjutan kerap meminggirkan kekayaan hayati ini.

Untuk mengarusutamakan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati di Indonesia secara berkelanjutan, Yayasan KEHATI mengundang masyarakat untuk mengikuti ajang KEHATI Award.

“Di tengah kerusakan lingkungan yang banyak terjadi, ada orang-orang yang secara gigih berjuang agar kekayaan hayati Indonesia tetap lestari sehingga dapat terus dimanfaatkan generasi mendatang,” kata Pembina Yayasan KEHATI Emil Salim, di Jakarta, Kamis (16/1/2020).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Emil mengatakan, pendekatan ekonomi semata dalam pembangunan kerap kali menjadi musuh bagi keragaman hayati. Itu menyebabkan kekayaan hayati hutan di Indonesia ditebang dan dijadikan perkebunan sawit dan pertambangan. “Sebagaimana ekonom, saya dulu butuh waktu untuk memahami fungsi penting keragaman hayati. Pemberian penghargaan ini merupakan upaya untuk menunjukkan pentingnya keragaman hayati iu kepada masyarakat,” kata dia.

Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos mengatakan, KEHATI Award ini diberikan kepada kepada individu, kelompok, dan instansi yang dinilai berjasa di bidang lingkungan hidup dan pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia. Pemberian KEHATI Award ini merupakan yang ke-9 sejak tahun 2000.

Proses pendaftaran, menurut Riki, dibuka sejak Desember 2019 lalu hingga 31 Maret 2020 dan bisa diakses di laman KEHATI. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ada enam nominasi yang akan diberikan penghargaan, yakni Prakarsa, Pamong, Inovasi, Cipta, Citra, dan Tunas Kehati. Masing-masing ditujukan dari kalangan peneliti, pemerintah, masyarakat lokal, pemuda, hingga jurnalis dan seniman.

Praktik berkelanjutan
Riki menambahkan, KEHATI Award bertujuan mengindentifikasi para pelaku usaha yang melaksanakan praktik berkelanjutan agar bisa terhubung dengan beberapa lembaga seperti perbankan dan pelaku usaha lain. “Pada akhirnya kami berharap tercipta pengembangan usaha, dan apa yang jadi misi KEHATI yaitu memperluas gerakan ekonomi dan budaya lokal berbasis pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati di tingkat lokal, nasional dan internasional dapat tercapai,” ujarnya.

Ocky Karna Radjasa, peneliti mikroba laut dari Universitas Diponegoro Semarang yang mendapatkan KEHATI Award kategori Cipta Pelestari pada 2006 mengatakan, penghargaan itu membuat risetnya tentang pemanfaatan terumbu karang sebagai sumber obat jadi lebih dikenal, juga menginspirasi banyak mahasiswa. “Penghargaan itu menambah semangat untuk melanjutkan riset tentang tema ini sampai saat ini,” katanya.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN–Gugusan pegunungan karst di sekitar Kampung Berua, Rammang-Rammang, Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (19/6/2019). Bentangan alam karst menjadi salah satu kekayaan Kabupaten Maros yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Selain kaya keanekaragaman hayati, kawasan karst di sini juga menyimpan jejak-jejak kehidupan prasejarah.KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ocky yang kemudian menjadi Direktur Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat di Kementerian Riset dan Teknologi, turut mendorong masuknya biodiversias sebagai salah satu prioritas riset nasional 2020-2024. “Dengan masuknya biodiversitas dalam prioritas riset nasional, peluang dukungan dana untuk para peneliti yang hendak melakukan kajian terkait hal ini sangat besar,” ungkapnya.

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) dalam buku Sains untuk Biodiversitas Indonesia yang diluncurkan tahun lalu merekomendasikan, kekayaan ragam hayati Indonesia berpotensi besar menopang ekonomi nasional dan membawa Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Tiga kegiatan berbasis keragaman hayati yang direkomendasikan menjadi tumpuan ekonomi nasional adalah ekowisata, bioprospeksi untuk penemuan obat dan bioenergi, serta eksplorasi laut dalam.

Oleh AHMAD ARIF

Editor: EVY RACHMAWATI

Sumber: Kompas, 17 Januari 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Arsitektur yang Bertumbuh dari Tanah, Bukan dari Langit
Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua
Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS
Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 08:43 WIB

Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi

Rabu, 9 Juli 2025 - 12:48 WIB

Dusky: Senandung Ibu dari Sabana Papua

Rabu, 9 Juli 2025 - 10:21 WIB

Dari Garis Hitam ke Masa Depan Digital: Kronik, Teknologi, dan Ragam Pemanfaatan Barcode hingga QRIS

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Berita Terbaru

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Anak-anak Sinar

Selasa, 15 Jul 2025 - 08:30 WIB

Fiksi Ilmiah

Kapal yang Ditelan Kuda Laut

Senin, 14 Jul 2025 - 15:17 WIB

fiksi

Pohon yang Menolak Berbunga

Sabtu, 12 Jul 2025 - 06:37 WIB