Panas Terik Tandai Datangnya Kemarau

- Editor

Senin, 11 April 2011

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Profesor Riset Astronomi Astrofisika dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin, mengatakan musim kemarau tahun ini diperkirakan kembali normal. Tahun lalu, akibat perubahan cuaca ekstrem, hujan tetap turun saat musim kemarau atau disebut kemarau basah. “Ada kecenderungan gejalanya relatif kemarau normal,” ujarnya kemarin.

Berdasarkan hasil pantauan kondisi atmosfer, seperti awan, angin, dan hujan, suhu permukaan laut, serta posisi dan aktivitas matahari, sepanjang Maret hingga Mei nanti merupakan masa pancaroba atau peralihan dari musim hujan menuju musim kemarau di Indonesia. Suhu rata-rata di beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa suhu meninggi saat pancaroba. “Dalam kondisi cerah dengan awan minimum, maka pemanasan akan lebih efektif, sehingga suhu jauh lebih tinggi dari rata-rata,” ujarnya.

Terik matahari bisa makin menjadi akibat kondisi pemanasan kota yang kurang pepohonan serta banyak emisi karbon dioksida dari transportasi, industri, dan rumah tangga. “Di Bandung, misalnya, dalam kondisi cerah, suhunya bisa lebih dari 30 derajat Celsius,” ujarnya. Suhu di Bandung sekarang ini berkisar 21-30,5 derajat Celsius.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Djamaluddin, beberapa daerah diperkirakan mulai kemarau pada April ini. Sedangkan sebagian besar tempat akan memulainya pada Mei hingga Juni. Kemarau dimulai dari wilayah timur menuju barat Indonesia.

Gejala datangnya kemarau normal itu terlihat pada awal 2011. Saat itu musim hujan sudah cenderung kering atau curah hujannya di bawah normal. Kondisi Lautan Pasifik yang ikut mempengaruhi musim kemarau di Indonesia saat ini suhunya menghangat. “Tapi diperkirakan tidak akan menimbulkan kemarau kering,” katanya.

Dampak pancaroba itu salah satunya sudah dirasakan Pembangkit Listrik Tenaga Air Waduk Saguling. Sejak awal April lalu, pasokan air ke waduk itu telah menurun drastis. “Sekarang cuma bisa memakai satu dari empat mesin pembangkit,” kata Manajer Senior Humas PT Indonesia Power Luthfi Hani, Jumat lalu. ANWAR SISWADI

Sumber: Koran Tempo, 11 April 2011

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah
Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia
AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 08:07 WIB

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Minggu, 6 Juli 2025 - 15:55 WIB

Dari Quick Count ke Quick Lie: Kronik Naik Turun Ilmu Polling di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Berita Terbaru

Artikel

Di Balik Lambang Garuda di Selembar Ijazah

Senin, 7 Jul 2025 - 08:07 WIB

Fiksi Ilmiah

Bersilang Nama di Delhi

Minggu, 6 Jul 2025 - 14:15 WIB

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB