Paludikultur atau penanaman tanaman yang tepat di tanah gambut yang diterapkan di Jerman dapat ditiru Indonesia. Gambut dapat menjadi lahan produktif, tanpa harus dikonversi menjadi lahan perkebunan.
Duta Besar RI untuk Jerman Arif Havas Oegroseno berkunjung ke lahan gambut di Anklamer Stadtburch, timur laut Jerman. Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Kompas, Rabu (8/8/2018), ia meninjau lahan gambut dalam kondisi kering yang dipakai untuk pertanian dan peternakan, maupun dalam kondisi basah di pantai Laut Baltik.
Di Anklamer Stadtburch, Ketua Studi Gambut dan Paleoekologi dari Universitas Greifswald, Jerman, Hans Joosten bersama timnya dari Greifswald Moor Centrum menerapkan sistem pertanian gambut yang ramah lingkungan, yaitu paludikultur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sistem itu membuat gambut ditanam dengan jenis tanaman komoditi tertentu yang tepat dengan struktur dan kandungan lahan gambut. Jenis tanaman yang ditanam di lahan gambut Anklamer ini umumnya adalah cattails yang dapat diolah menjadi makanan. Tanaman Reeds juga ada untuk digunakan sebagai bahan atap rumah, dinding tahan api, dan insulator.
Gambut dapat menjadi lahan produktif dan memberikan manfaat ekonomi tanpa harus mengorbankan lingkungan. Paludikultur pun dapat diterapkan di Indonesia.
Duta Besar Havas menyampaikan, kedua negara dapat saling belajar mengenai penanganan dan penggunaan lahan gambut. Selain itu, langkah Indonesia dalam restorasi lahan gambut dapat ditiru oleh Jerman.
Ketua Studi Gambut dan Paleoekologi dari Universitas Greifswald, Jerman, Hans Joosten mengatakan, program pembasahan ulang (rewetting) lahan gambut yang dilakukan oleh Indonesia sangat baik.
“Indonesia telah membasahi ulang lahan gambut lebih banyak daripada seluruh Eropa sepanjang sejarah,” ujarnya.
DOK. KBRI BERLIN–Dari kiri ke kanan, Dubes Havas Oegresono Ketua Studi Gambut dan Paleoekologi dari Universitas Greifswald, Jerman, Hans Joosten, serta Anggota Parlemen Patrick Dahlemann sedang berdiskusi di tengah lahan gambut Anklamer Stadtburch, Agustus 2018
Dalam dua tahun terakhir, Badan Restorasi Gambut Indonesia telah membasahi ulang lebih dari 200.000 hektar lahan gambut. Jika dibandingkan, Jerman baru membasahi lahan gambut seluas 2.000 hektar yang bahkan dilakukan secara tidak sengaja akibat banjir dari Laut Baltik pada 1995-1996.
Joosten melanjutkan, mayoritas lahan gambut di Eropa telah dikeringkan untuk menjadi area pertanian dan peternakan. Hingga saat ini, belum ada kebijakan terpadu dari Uni Eropa (UE) untuk melakukan pembasahan gambut guna mencegah emisi gas rumah kaca.
Di Belanda, misalnya, pengeringan lahan gambut secara terus menerus membuat negara itu mengalami penurunan lahan (subsidence).
Adapun Joosten yang bergabung dalam tim Remote Sensing Solutions GmbH, beserta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Universitas Sriwijaya memenangkan Indonesian Peat Prize pada Februari 2018. Penghargaan itu diberikan untuk mencari metode riset dan pemetaan terbaik dalam mengukur luas dan kedalaman lahan gambut di Indonesia.– ELSA EMIRIA LEBA
Sumber: Kompas, 8 Agustus 2018