Melalui cara tepat, lahan gambut bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk pertanian tanpa harus membakar lahan dan tanpa unsur kimia. Itu dibuktikan warga di Desa Bumi Agung P18 Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Kepala Sub Kelompok Kerja Informasi dan Kehumasan Kedeputian Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG) Anderi Satya menyampaikan, sebagian besar orang menilai lahan gambut ialah lahan tidur yang tak bisa dimanfaatkan. Lahan gambut mengandung unsur hara rendah sehingga tingkat kesuburannya rendah. Itu mendorong orang untuk membakar lahan agar tingkat kesuburan tanah meningkat.
“Padahal, lahan gambut kalau terbakar susah padam. Jika lahan kering, potensi kebakaran kian besar. Penyebaran terbakarnya lahan gambut tak menentu, bisa sampai ke bawah permukaan. Untuk itu, perlu revitalisasi lahan gambut,” katanya saat berkunjung ke Desa Bumi Agung, Musi Banyuasin, Senin (26/11/2018).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Suryadi (depan) memanen cabai rawit di lahan miliknya dengan luas sekitar satu hektar, Senin (26/11/2018) di Desa Bumi Agung P18 Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Lahan ini merupakan lahan gambut produktif yang dimanfaatkan tanpa membakar lahan.
Revitalisasi lahan gambut adalah salah satu program kerja BRG untuk mengembalikan fungsi hidrologis gambut yang rusak, terutama akibat kebakaran dan pengeringan. Upaya itu dilakukan dengan membangun sumber ekonomi masyarakat yang berada di sekitar area restorasi gambut. Caranya, sistem pertanian terpadu diterapkan di lahan gambut.
Kesejahteraan meningkat
Menurut Anderi, revitalisasi dilakukan dengan memperkenalkan budi daya ramah gambut kepada masyarakat, terutama tidak membuka lahan dengan membakar. Jika itu bisa terwujud, maka kesejahteraan masyarakat meningkat dan pengelolaan gambut berkelanjutan.
Salah satu petani yang berhasil mempraktikkan pengelolaan pertanian berkelanjutan di lahan gambut adalah Suryadi. Saat ini di lahan gambut seluas 1 hektar, ia berhasil menanam cabai, terong, dan oyong. Untuk cabai, setiap 3 hari ia bisa memanen sekitar 30 kilogram.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA–Tanaman terong yang tumbuh di lahan gambut di Desa Bumi Agung P18 Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
“Pengelolaan ini sangat membantu saya dan masyarakat di sini untuk menambah pendapatan. Selain itu, kami bisa secara mandiri menghasilkan sumber pangan di desa ini,” kata Suryadi, anggota Kelompok Masyarakat Peduli Gambut “Harapan Bersama” di Kampung Mawar, Musi Banyuasin. Kampung itu berada sekitar 96 kilometer dari Pelabuhan Palembang dengan waktu tempuh lima jam memakai kapal cepat.
Awalnya, pengelolaan pertanian ini dirintis Karni (45), warga Desa Bumi Agung yang telah mendapat pelatihan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan dari BRG pada Juli 2018. Pengelolaan itu dilakukan dengan menggemburkan tanah dengan sistem surjan (berdasarkan perbedaan tinggi permukaan bidang tanam) dan paludikultur (budidaya tanaman di lahan basah).
Tanpa unsur kimia
Penggunaan pupuk dan nutrisi pun dibuat secara mandiri tanpa unsur kimia. Nutrisi yang dipakai menggunakan campuran 1 kilogram nasi dan 1 kilogram gula merah. Setelah itu, campuran ini diletakkan di sebuah wadah dan dikubur di dalam tanah selama kurang lebih satu minggu. “Nanti, campuran tadi akan keluar jamur. Jamur ini yang akan jadi bakteri untuk penggembur tanah. Untuk aplikasi, nanti dicampur dulu dengan air sebanyak 1 liter,” katanya.
Menurut Anderi, program revitalisasi dilakukan dengan lebih dahulu mengidentifikasi -jenis tanaman yang ramah terhadap ekosistem gambut. “Pengembangan teknologi pertanian adaptif di lahan gambut juga menjadi prioritas dalam program ini,” katanya.–DEONISIA ARLINTA
Sumber: Kompas, 27 November 2018